Ragam dan Pilihan Kata  

Diposting oleh Mr. yoss INSTALLER

BAB III RAGAM DAN PILIHAN KATA
3.1 Pengantar
Pilihan kata sering disebut pula dengan diksi. Dalam karang-mengarang, pemilihan kata merupakan satu unsur penting, demikian juga dalam bertutur sapa setiap hari. Dalam bahasa mana pun, gagasan, pikiran/konsep diwujudkan dalam bentuk kata atau rangkaian kata-kata. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai suatu bahasa seseorang harus menguasai sejumlah kata di dalam bahasa tersebut. Ini tidak berarti bahwa dengan menguasai kata-kata di dalam suatu bahasa, seseorang telah menguasai bahasa itu. Dalam pelaksanaannya, kata-kata itu tidak dipergunakan secara sewenang-wenang. Ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Sebagai unsur bahasa, kata-kata mengandung kelemahan, yaitu kerap kali dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Oleh karena itu, Anda harus berhati-hati dalam mempergunakan kata-kata, terutama di dalam tulisan. Jika tidak, maka mungkin terjadi kesalahpahaman karena tafsiran pembaca berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan tulisan anda tersebut.
Sehubungan dengan hal di atas, perlu diingat bahwa penulisan yang dipelajari melalui mata kuliah Bahasa Indonesia ini, ialah penulisan karangan formal (ilmiah). Di dalam karangan formal, kata-kata yang dipergunakan harus formal bentuknya dan dipergunakan secara tepat asas (konsisten), artinya dengan cara penulisan dan makna yang tetap dan jelas.
Sehubungan dengan syarat ketepatan itu, kerap kali seseorang harus menjelaskan makna kata yang dipakai. Untuk menjelaskan makna suatu kata, ada beberapa cara. Pertama, dengan menunjukkan benda yang dilambangkan kata itu. Jika seorang anak kecil bertanya kepada bapaknya, apa arti “kuda”, tentunya bapaknya tidak akan memberikan uraian panjang lebar mengenai kuda. Cara yang paling tepat ialah dengan menunjukkan gambar kuda atau membawa anak itu ke kebun binatang. Tentu saja penunjukkan secara itu tidak selalu dapat ditempuh. Bagaimana anda dapat menjelaskan makna kata-kata seperti cerdas, ketepatan, dan sebagainya. Beberapa cara lain untuk menjelaskan makna ialah dengan memberikan kata lain, menterjemahkan, atau memberikan definisi.
Modul pilihan kata ini memberikan penjelasan, bagaimana memilih kata-kata untuk tulisan Anda dan bagaimana cara memberikan konsep-konsep definisi yang akan Anda bahas. Agar Anda dapat mempergunakan kata-kata serta membuat definisi dengan benar dan baik, pegunakanlah kamus/ensiklopedia dan pedoman pembentukan istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1976).
Penguasaan mengenai pokok bahasan dalam modul ini akan sangat berguna dalam menyelesaikan tugas-tugas sehubungan dengan kalimat efektif, paragraf, dan pengembangan karangan. Oleh karena itu, pelajarilah modul ini sungguh-sungguh.

3.2 Standar Kompetensi
Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu memilih dan mendefinisikan kata-kata secara tepat dalam tulisan:
1. Dapat mengetahui ragam baku dan ragam yang tidak baku
2. Mampu memilih kata-kata dalam kalimat sesuai dengan kaidah makna
3. Dapat memilih kata-kata dalam kalimat sesuai dengan kaidah kalimat
4. Dapat mempergunakan kata-kata sesuai dengan kaidah sosial
5. Dapat menggunakan kata-kata sesuai dengan kaidah karang-mengarang.
Kaidah-kaidah ini saling mendukung sehingga karangan atau tuturan anda berbobot dan bernilai.

3.3 Materi
3.3.1 Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Sedangkan variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dalam konteks sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa pemakaian bahasa (tutur) itu bersifat aneka ragam (hitoregen).
Keanekaragaman pemakaian bahasa merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan kecenderungan ke arah ketidaktentuan bahasa sebagai sistem. Setiap penutur seakan-akan dapat menciptakan “sistem bahasa” menurut kemauannya. Oleh karena itu, untuk menjaga terpeliharanya bahasa sebagai sistem yang utuh dan mantap, maka dianggap perlu menetapkan salah satu variasi yang terdapat dalam bahasa sebagai ragam bakunya. Dengan ragam bahasa baku diperkirakan komunikasi komunikasi dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya. Sebaliknya, ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh penyimpangan dari norma bahasa baku.
Perhatikan pasangan-pasangan berikut:
Baku Tidak Baku
(1) kaidah - kaedah
(2) ke mana - kemana
(3) tidak - enggak
(4) berkata - ngomong
(5) membuat - bikin
(6) mengapa - kenapa, ngapain
(7) beri - kasih
(8) boleh - bole
(9) memikirkan - mikirin

Ragam baku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan formal: peraturan pemerintah, undang-undang, surat dinas, buku teks, majalah/berkala resmi, berbagai makalah ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih diperhatikan, karena ragam tulisan yang anda pelajari adalah ragam tulisan formal.
Dipandang dari kesatuan dasarnya, bahasa Indonesia terdiri dari ragam lisan dan ragam tulisan. Kesatuan ragam lisan adalah bunyi bahasa dan ciri-ciri prosodi, seperti tekanan dan intonasi. Sedangkan, kesatuan dasar ragam tulis adalah huruf, tanda baca, dan lambang lain, seperti lambang fonetik dan lambang kimia.
3.3.2 Pilihan Kata
3.3.2.1 Kaidah Sintaksis Bahasa
Pilihan kata berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis bahasa, karena kata-kata mempunyai konteks. Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru ditemui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, anda harus berhati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab adakalanya kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu. Pergunakanlah kata-kata sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Dengan demikian, untuk dapat melakukan pilihan kata yang sesuai dengan kaidah sintaksis, maka perlu diperhatikan tiga hal, yakni (a) tepat; (b) saksama; (c) lazim.
Tepat, maksudnya adalah pemilihan dan penempatan kata harus sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis. Pemilihan dan penempatan kata ini tentu saja berhubungan dengan unsur kelaziman. Unsur ini tidak menghilangkan kemungkinan adanya pembentukan kelompok baru atau pembentukan baru.
Saksama, maksudnya makna katanya benar dan sesuai dengan yang hendak dikatakan. Unsur ini berhubungan pula dengan kaidah makna. Pengertian saksama di sini lebih ditekankan pada unsur sintaksisnya. Dalam hubungan ini terpautlah pengertian sinonim, homonim, antonim, polisemi dan hiponim.
Lazim, maksudnya bahwa dalam kaidah sintaksis ini berarti kata itu sudah menjadi milik Bahasa Indonesia. Kelompok kata atau pengelompokan kata seperti itu memang sudah lazim dan dibiasakan dalam Bahasa Indonesia. Misalnya: kata besar, agung, raya, tinggi dapat dikatakan sinonim, hampir bersamaan atau hampir sama makna mereka. Kita dapat mengatakan hari raya, hari besar (tepat dan lazim). Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan hari tinggi. Apalagi jaksa agung diganti dengan jaksa raya ( tidak saksama dan tidak lazim )
Kata makan dan santap adalah sinonim. Akan tetapi, orang belum dapat mengatakan anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kalimat tersebut secara sintaksis tepat, tetapi tidak saksama dan tidak lazim dari sudut makna dan pemakaiannya.
3.3.2.2 Diksi yang Sesuai dengan Kaidah Makna
Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting, karena dengan kata-kata kita berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata orang menjalin persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan kerja sama. Namun, dengan kata-kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan dimulai.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tulisan, merupakan suatu pekerjaan yang cukup sulit. Bahkan seorang novelis bangsa Amerika menganggap sebagaian bagian tersulit dalam proses penulisan.
Suatu karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama pembaca mengartikan kata/rangkaian kata-kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca mempunyai tafsiran yang berbeda dengan tafsiran penulis tentang kata atau rangkaian kata-kata yang dipakai, komunikasi itu akan terputus. Terjadilah salah faham, kesenjangan komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah kita alami. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan di dalam tulisan.
Dalam memilih kata-kata, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu persyaratan ketepatan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu juga harus dapat dipahami oleh pembaca dengan tepat; artinya, tafsiran pembaca sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Persyaratan kesesuaian menuntut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan dan keadaan pembaca.
Dengan kata lain, agar dapat memilih kata dengan tepat, pertimbangkan dengan cermat gagasan-gagasan yang ingin dikemukakan, kepada siapa, dalam situasi bagaimana, di mana, dengan tujuan apa, dan dalam rangka apa.
Kata merupakan lambang obyek, pengertian atau konsep. Hubungan antara suatu kata – sebagai lambang dengan obyek, konsep, atau makna yang didukungnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambaran yang ditimbulkan oleh
Kata tersebut (referensi)








Kata benda/konsep yang
(simbol) didukung (referen)

Dengan demikian, hubungan antara kata katak dengan maknanya dapat digambarkan sebagai berikut:
Hewan amfibi pemakan nyamuk
suka meloncat
menjijikkan









Perlu dikemukakan bahwa referensi pada individu-individu mungkin berbeda, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Kaidah makna mengacu kepada persyaratan ketepatan pemilihan kata sebagai lambang obyek, pengertian, atau konsep.
Perbedaan makna sebuah kata dapat bertumpang tindih. Makna dari kata Bahasa Indonesia dapat mengalami berbagai macam perubahan dengan pengalaman, sejarah, tujuan dan perasaan pemakai bahasa yang bersangkutan. Pada abad ke-20 ini, makna kata sudah mengarah kepada situasi berdasarkan profesi pemakai bahasa. alaupun demikian untuk tidak membuat kesalahan dalam diksi, kita perlu megetahui makna dasar sebuah kata. Hal ini cukup menyulitkan juga. Pada suatu saat orang tidak dapat membedakan lagi makna dasar dan makna yang telah mengalami perjalanan sejarah, pengalaman pribadi, perbedaan lingkungan, perbedaan profesi, tujuan, perasaan perbedaan –perbedaan nilai makna. Telah disepakati bahwa penentuan makna dasar sebuah kata kita serahkan pada seorang leksikograf (penulis kamus) dan kita percaya bahwa kamus sebagai penyimpan perekam makna dasar sebuah bahasa. Makna dasar itu disebut denotasi. Sedangkan makna-makna yang lain kita golongkan dalam makna asosiatif atau terkadang disebut pula konotasi.
a. Denotasi
Suatu kata kerapkali tidak hanya mendukung satu konsep atau obyek (referen) saja, melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Denotasi adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini berarti sesuai dengan apa adanya, makna yang sesuai dengan hasil observasi, hasil diukur, dibataskan, denotasi adalah pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering pula makna denotatif disebut makna konseptual. Dalam pekerjaan ilmiah atau karangan argumentasi, deskriptif atau ekspositoris perlu sekali dipertahankan makna-makna denotatif atau konseptual. Penilaian emosional dan subjektif perlu dihindarkan. Misalnya:
a. Wanita dan perempuan secara konseptual sama maknanya.
b. Gadis dan perawan secara denotatif sama maknanya.
c. Kumpulan, rombongan, gerombolan secara konseptual sama maknanya.
d. Istri dan bini secara konseptual sama maknanya.
Untuk lebih jelas, perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1) Ayahnya pekerja kantor itu
2) Ayahnya pegawai kantor
Baik kata pekerja maupun pegawai menunjuk kepada seseorang yang bekerja untuk suatu kantor, perusahaan, dan sebagainya. Namun, dalam pemakaiannya kata pegawai mengandung nilai lebih terhormat daripada kata pekerja. Perhatikan pula kata mati dan gugur. Keduanya berarti hilangnya kehidupan dari badan (organisme). Dalam hal ini, kata gugur selalu dikaitkan dengan pahlawan atau pejuang.
Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna konseptual, referen) disebut denotasi. Sedangkan nilai rasa atau gambaran tambahan yang ada di samping denotasi tersebut disebut konotasi. Nilai kata yang diberikan oleh masyarakat bermacam-macam: tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno, sakral. Nilai suatu kata ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif (tinggi, menyenangkan, baik, sopan, sakral) atau negatif (rendah, menjengkelkan, kotor, porno). Kata-kata seperti karyawan, karya, manajer, wisma, dinilai tinggi, sedangkan kata-kata seperti buruh, mampus, tampang, dan gubuk dihubungkan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak baik.
Nilai kata dapat juga bersifat perseorangan. Kata surat yang bagi kebanyakan orang tidak bernilai apa-apa (denotatif) bagi seseorang mungkin mengandung nilai negatif. Hal ini terjadi mungkin karena pengalaman pribadinya.
Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasan dengan tepat, seseorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Perlu ditekankan di sini bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai), konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasan dengan tepat, seseorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Perlu ditentukan di sini bahwa kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai). F, fonem, moneter, H2O, sinar X, hipotesis, dan sebagainya dalam makalah ilmiah?
Makna kata yang dipilih dalam tulisan? Ini tergantung pada tujuan dan sifat tulisan itu. Jika ingin memaparkan sesuatu pembahasan ilmiah mengenai suatu masalah, maka karangan Anda terutama akan menggunakan kata-kata dengan makna denotatif, tetapi jika ingin membuat suatu sanjak atau iklan, akan lebih banyak menggunakan kata dengan makna konotatif.
b. Kata Abstrak dan Konkret
Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata-kata konkret mempunyai referen berupa obyek yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan. Kata-kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata-kata konkret; untuk menjelaskannya, kerapkali diperlukan definisi yang panjang (luas). Bandingkan kata-kata bunga, pohon, kucing, dan bambu, dengan kata-kata penyesalan, ketahanan nasional, demokrasi, dan kecerdasan.
Dalam tulisan, sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata abstrak. Pergunakanlah kata-kata konkret sebanyak mungkin, agar tulisan menjadi lebih jelas. Ini tidak berarti bahwa kata-kata abstrak tidak boleh digunakan. Kata-kata tersebut masih tetap diperlukan terutama dalam membuat generalisasi. Kadang-kadang suatu uraian dimulai dengan konsep yang abstrak, kemudian dijelaskan dengan kata-kata yang lebih konkret.
Contoh: Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk. Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kueskiorkor.
c. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkungannya.
Makin luas rung lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup, makin khusus sifatnya. Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum; tetapi kata umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada kata abstrak. Tingkat keumuman kata itu dapat digambarkan sebagai suatu piramida terbalik.
Keadaan
Abstrak
Umum Kesehatan
Luas
Penyakit

Malaria
Konkret
Khusus Tropika
Sempit
Perhatikan bahwa makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus kata yang dipakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan masing-masing sehubungan dengan kata tersebut. Keumuman/ kekhususan kata dapat pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan sempit/terbatas, bahkan khusus (unik). Perhatikan pasangan kata-kata berikut:
I II
1) besar - kolosal, akbar
2) kecil - mikro, minor
3) pemimpin - direktur, dirijen
4) runcing - mancung
5) bergelombang - keriting
6) kumpulan - himpunan
7) memasak - menanak
8) campuran - ramuan
9) potong - tebang
10) peraturan - hukum
Yang termasuk juga ke dalam kelompok kata khusus ialah nama diri (Dedi, Nero, Anwar), nama-nama geografi (Krakatau, Banda Aceh, Salatiga), dan nama-nama indera (untuk peraba, halus, kasar, lembut, pengecap, manis, asam. Pedas, pendengaran, dengung, desis, debur, debar, penciuman, harum, apak, basi, penglihatan, silau, kemilau, pijar, kilat, kelap-kelip).
d. Kata Populer dan Kata Kajian
Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, bagian, harga dan lain-lain lebih dikenal masyarakat luas daripada kata-kata seperti makro, populer, transfer, minor, batuan, momentum, faktor, volume.
Kelompok kata-kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-kata ini dipergunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di kalangan semua lapisan masyrakat. Sebagian besar kosa kata dalam semua bahasa berupa kata-kata populer.
Kelompok kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan secara terbatas, dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata ini adalah kata-kata yang dipergunakan para ilmuwan dalam makalah atau perbincangan ilmiah. Banyak di antara kata-kata jenis ini merupakan kata-kata serapan atau kata-kata asing (Latin, Yunani, Inggris).
Pembentukan kata-kata kajian dalam bahasa Indonesia dewasa ini, dilakukan secara sadar oleh suatu badan/komisi. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus dipedomani. Bandingkanlah pasangan kata-kata berikut:
Populer Kajian
1) besar - makro
2) sejajar - paralel
3) isi - volume
4) bagian - suku cadang, unsur
5) air - H2O
6) hijau daun - klorofil
7) batasan - definisi
8) arang - karbon
9) sempurna - tuntas
10) berbahaya - rawan, kritis
11) wajar - natural, lugu
12) tetap - tepat asas, konsisten
13) bermakna - siknifikan
14) tahap - stadium
e. Jargon, Kata Percakapan, dan Slang
Dalam tulisan yang formal, hindarilah kata-kata yang termasuk jargon. Istilah ‘jargon’ mempunyai beberapa kata-kata teknis yang dipergunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia). Dalam percakapan informal, kaum terpelajar biasa menggunakan kata-kata percakapan. Kelompok kata-kata ini mencakup kata-kata populer, kata-kata kajian, dan slang yang hanya dipakai oleh kaum terpelajar. Contoh: sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan kontra), kep (kapten), dok (dokter), dan sebagainya.
Pada waktu-waktu tertentu, banyak terdengar slang, yaitu kata-kata nonbaku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan akan sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara: “kalau sudah terasa usang, hilang atau menjadi kata-kata biasa” (asoy, mana tahan, bahenol, selangit, dan sebagainya).
f. Perubahan Makna
Dalam pemilihan kata-kata, Anda juga harus waspada karena makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama sekali. Kata ibu, dahulu hanya mengandung arti ‘wanita yang melahirkan’, sekarang menjadi kata umum untuk wanita yang sudah dewasa. Juga kata bapak, kakak, berlayar, kaisar, dan sebagainya. Sebaliknya, kata pala yang dulu berarti semua macam buah, sekarang hanya dipergunakan untuk semacam buah saja. Gejala itu merupakan gejala penyempitan arti. Contoh lain: sarjana (dulu kaum cendekiawan), pendeta (dulu orang berilmu).
g. Kata Serapan dan Kata Asing
Perhatikan dengan cermat kata-kata yang digarisbawahi pada kutipan berikut:
Kontroversi pertama menyangkut persoalan apakah perlu mempergunakan unsur-unsur estetika dalam pidato-pidato. Georgias dan Leontini, yang mula-mula memperkenalkan retorika pada orang Athena (sekitar 427 SM) berpendapat bahwa perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika. Sebab itu gaya yang dipergunakan dalam pidato penuh dengan upaya-upaya stilistika: ia mempergunakan epitet-epitet yang penuh hiasan, antitese-antitese, terminasi (akhir kata) yang penuh ritmis dan bersanjak*)

Kata-kata yang digarisbawahi merupakan unsur-unsur serapan. Beberapa di antaranya sudah tidak kita sadari sebagai unsur serapan (pertama, soal, mula). Berhati-hatilah dalam menggunakan unsur serapan, lebih-lebih kata asing di dalam tulisan Anda. Pahami makna dan cara penulisannya secara tepat. Contoh: favorit, hobi, idiom, kultur, logis, praktis, asosiasi, dan seterusnya. Dalam hal ini biasakan diri Anda menggunakan kamus.
h. Makna Asosiatif
Makna asosiatif mencangkup keseluruhan hubungan makna dengan alam di luar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi pemakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata itu sesuai dengan kehendak pemakai bahasa. Makna asosiatif dibedakan dalam beberapa macam seperti: makna konotatif (konotasi), makna stilistik, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna interpretatif.
i. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna denotatif yang mendapat tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi, sikap diri satu zaman dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Misalnya, - kata wanita secara konseptual bermakna manusia jenis kelamin wanita/betina, dewasa. Akan tetapi, mungkin ada sikap tertentu yang diberikan orang kepadanya; antara lain modern (pakai celana), rambut pendek, berani, kurang berperasaan, tidak pandai memasak. Hal ini ditambahkan sebagai lawan konotasi dari perempuan yang dicirikan, misalnya : sopan santun, emosional, kurang pandai jika dibandingkan dengan laki-laki, lebih senang tinggal di rumah, keduanya mendapat konotasi yang berbeda.
j. Makna Stilistik dan Afektif
Makna stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam karang-mengarang atau tuturan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Makna stilistik ada hubugannya dengan gaya bahasa dalam bidang retorik. Makna ini dapat dibedakan berdasarkan :
1. Profesi: bahasa hukum, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa iklan, bahasa jurnalistik.
2. Status: bahasa sopan, bahasa percakapan, bahasa resmi, dan bahasa tidak resmi.
3. Modalitas: bahasa kuliah, bahasa memorandum, bahasa lelucon dan bahasa yang lainnya.
4. Pribadi: bahasa gaya Soekarno, bahasa bung Tomo, bahasa gaya Rendra dan sejenisnya.
Secara stilistik kita dapat membedakan pemakaian kelas kata :
Misalnya : - kediaman : sangat resmi
- istana : resmi
- pondok : puitis
- rumah : umum, netral
Makna Afektif berhubungan dengan perasaan pembicara atau pemakaian bahasa secara pribadi baik kepada lawan bicara maupun kepada objek pembicaraannya. Makna afektif lebih terasa secara lisan, spontan daripada secara tertulis dan lebih tampak dalam kata-kata seruan.
Misalnya : - aduh, aha, amboi, mampus lu!
k. Makna Reflektif
Makna Reflektif berhubungan dengan makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain. Dan makna reflektif ini cenderung ke arah sesuatu yang bersifat tabu, terlarang, kurang sopan, suci atau sakral. Dalam pemilihan kata yang berkenaan dengan makna reflektif ini diusahakan selain tepat juga sedapat mungkin tidak menyinggung perasaan siapa pun juga.
Misalnya: - Ia tidak berani menjadi “Ia tidak mempunyai keberanian”
- Ia tidak malu  menjadi “Ia tidak mempunyai malu”
Dalam contoh kalimat kedua, tidak digunakan kata “kemaluan” untuk menyatakan “mempunyai malu”, karena meskipun bentuk kemaluan adalah pemberian dari kata sifat “malu”, seperti “keberanian” adalah pemberian sifat dari kata “berani” dengan imbuhan ke-an, orang tidak akan memilih bentuk kemaluan karena bentuk ini menimbulkan refleksi atau asosiasi pada alat kelamin manusia (yang berbeda sekali dari bentuk asalnya).
l. Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan makna dalam frasa sebuah bahasa. Misalnya :- kata cantik dan indah terbatas pada kelompok. Orang dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, tetapi jarang sekali dikatakan pria itu cantik, namun pria itu tampan. Hubungan makna kolokatif dalam bahasa Indonesia didasarkan pada asas kelaziman dan kebiasaan.
m. Makna Interpretasi
Jika makna-makna yang telah disebutkan di atas hanya dilihat dari sudut pembicara dan penulis, maka makna interpretatif sebaliknya, yaitu berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan pendengar atau pembaca.
Jika penulis A menulis atau berbicara dan B membaca atau mendengarkan, maka B akan memberikan tafsiran dan tanggapan tentang apa yang dikatakan oleh A berdasarkan diksi A tersebut. Tafsiran dan tanggapan B haruslah cocok dan sesuai. Makna yang muncul akibat tafsiran atau tanggapan B terhadap diksi disebut makna interpretatif.

3.3.3 Kaidah Kalimat
Kata-kata yang mempunyai konteks. Artinya, makna kata-kata dibatasi oleh kelompoknya di dalam suatu kalimat. Oleh karena itu, kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru kita temui, yang dipergunakan di dalam kalimat.
Di dalam menulis, Anda juga harus berhati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu. Pergunakanlah kata-kata sesuai sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini berhubungan dengan kelaziman yang berlaku di dalam pemakaian suatu bahasa. Kata-kata cepat, laju, lekas, segera dipergunakan dalam kelompok yang berbeda. Juga kata-kata makro, besar, raya, agung.
1) Mereka berangkat dengan kereta cepat .
2) Apa yang dimaksud dengan laju pertambahan penduduk?
3) Hal itu perlu segera dilaksanakan .
4) Jangan lekas-lekas mengambil keputusan; pikirkan dahulu baik-baik!
5) Agar efektif, mula-mula kita harus menyusun rencana makro dulu.
6) Mereka telah mendirikan sebuah pabrik yang besar di daerah itu.
7) Hari raya Natal tahun ini jatuh pada hari Sabtu.
8) Jaksa Agung Abdulrahman Saleh telah memberikan penjelasan mengenai hasil Konvensi Hukum Laut Internasional.

3.3.4 Kaidah Sosial
Kaidah sosial berhubungan erat dengan persyaratan kesesuaian pemilihan kata. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan kaidah tersebut.
Kata-kata yang dipergunakan harus sesuai dengan kesempatan atau situasi yang akan dimasuki oleh tulisan itu. Maksudnya, dalam kesempatan apa tulisan itu disampaikan. Apakah tulisan itu untuk suatu kesempatan yang formal, seperti ceramah ilmiah, atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang tinggal di kota lain. Di samping itu, kita juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan, meliputi: golongan/lapisannya, pendidikan, umurn, dan sebagainya. Kata-kata dalam tulisan yang akan ditujukan kepada masyarakat umum, berbeda dengan kata-kata dalam tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu, seperti: guru, ilmuwan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa, siswa SD, dan sebagainya. Agar dapat memenuhi persyaratan kesesuaian dalam memilih kata-kata, perhatikan juga nilai sosialnya.

3.3.4.1 Nilai-Nilai Sosial
Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan, anda juga harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan nilai sosial kata. Perhatikan, apakah di kalangan masyarakat sasaran tulisan anda itu ada kata-kata tabu, atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang mungkin akan menyinggung rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.
Dijumpai juga bentuk-bentuk yang menunjukkan kehalusan. Dengan demikian, menunjuk pula pada situasi atau keadaan hormat dan tidak hormat/biasa/intim atau akrab, misalnya:
Halus Tidak Halus
tinja, kotoran tahi
tuna susila pelacur
tuna rungu tuli
tuna aksara, niraksara buta huruf
tuna karya penganggur
tuna wisma gelandangan
sakit ingatan gila
bodoh pandir, dungu
pekerja kuli, buruh

Permasalahan diksi harus diperhatikan lingkungan pemakaian kata-kata yang digunakan. Lingkungan itu dapat dibedakan berdasarkan tingkatan sosial (sosiolek) daerah geografis (dialek) tingkat formalitas (fungsiolek: baku, formal, usaha, akrab dan intim). Termasuk ke dalam hal ini adalah lingkungan pemakai (profesi pemakai; pengacara, pedagang, ilmu pengetahuan, teknologi dan sejenisnya).
Pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial kiranya tidak akan terjadi dalam bahasa Indonesia, karena kita ingin menciptakan bahasa Indonesia yang bersifat demokratis. Lain halnya dengan bahasa Jawa, yang membedakan pilihan kata berdasarkan tingkatan sosial. Tingkatan tersebut secara garis besarnya seperti : kromo inggil, kromo, ngoko andap, ngoko. Dalam hal ini, bahasa Indonesia hanya mengenal pemilihan kata berdasarkan karakteristik sosial yang lain. Misalnya : bahasa petani, bahasa nelayan, bahasa sopir, bahasa buruh, bahasa guru, dan sebagainya.
Kita harus berhati-hati jika akan mempergunakan kata butuh apabila berada di Palembang. Demikian pula dengan kata laki di Jawa. Di Palembang kata butuh berarti alat kelamin pria, sedangkan laki dalam bahasa Jawa berarti bersetubuh, yang dalam bahasa Indonesia artinya suami. Hal ini berarti bahwa ada kata-kata tertentu yang secara geografis memiliki makna lain dengan apa yang ada dalam bahasa Indonesia.
Dalam kaidah ini perlu kiranya kia perhatikan pula pemilihan variasi atau ragam bahasa selain yang telah disebutkan di atas. Bahasa Indosesia baku atau standar adalah salah satu variasi pemakaian bahasa Indonesia yang secara umum yang diterima dan diangkat berdasarkan kesepakatan bersama menjadi bahasa Indonesia yang baku. Bahasa undang-undang, bahasa kitab suci, bahasa prasasti termasuk dalam variasi ini. Kemudian ada variasi usaha yang lazim dipakai dalam pembicaraan yang berorientasi pada hasil. Misalnya: bahasa dalam kuliah, konsultasi dan sejenisnya. Variasi atau ragam akrab lazim dipakai dalam pembicaraan atau situasi antarteman, antar anggota keluarga. Yang terakhir adalah variasi atau ragam intim yang lazim dipakai dalam lingkungan anggota keluarga, teman sejati, karib.
Misalnya: (1) Intim: aku, daku, kau, engkau, dikau, dia.
(2) Formal: saya, kita, kami, saudara, anda, ibu.
Di samping itu, dalam tingkat ketatabahasaan variasi diterima baik yang standar daripada yang tidak standar. Bentuk- bentuk tulisan karangan resmi haruslah dilakukan dalam bahasa Indonesia standar, seperti: peraturan pemerintah, undang-undang, surat-surat kedinasan, laporan resmi, pembicaraan resmi, ceramah. Kuliah dan berkala resmi pemerintah, sidang dan rapat pemerintah (pengadilan) dan karangan-karangan ilmiah.

3.3.5 Kaidah Karang Mengarang
Kaidah ini mengacu baik kepada persyaratan ketepatan maupun kesesuaian dalam memilih kata-kata untuk suatu karangan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan ejaan, pilihan kelompok kata/frase yang lazim, pilihan kata yang sesuai dengan keadaan pembaca, serta pilihan kata yang langsung. Kata-kata yang langsung ialah kata-kata yang singkat, misalnya ‘mujarab’, ‘untuk’, ‘yang cepat menyembuhkan’.
Perhatikan kutipan berikut!
Usaha peremajaan armada nasional itu sudah dirintis sejak beberapa tahun lalu. Namun hasilnya tampak tidak begitu menggembirakan, meskipun dana yang disalurkan ke sana sudah cukup banyak.
Salah satu perangkat untuk peremajaan itu adalah PT PANN yang sudah beroperasi sejak tahun 1974. Kapal-kapal yang disalurkan oleh perusahaan bentukan negara ini kepada perusahaan-perusahaan pelayaran nasional, termasuk milik negara, tampak tidak punya cukup daya saing untuk beroperasi di sini. Ada beberapa ahli yang mengatakan, disainnya kurang cocok untuk keperluan perairan Indonesia, sementara perusahaan-perusahaan pelayaran menerima kredit kapal-kapal itu sendiri kemudian secara terbuka atau tidak, mengakui beratnya biaya yang harus mereka pikul. Seandainya mereka punya pilihan lain, mungkin bukan itu yang mereka beli. Tidaklah mengherankan kalau kemudian sebuah perusahaan pelayaran nasional yang sebelumnya diakui termasuk kuat dan paling maju, harus gulung tikar juga belum lama ini.
Reaksi pertama yang muncul mengenai kebijaksanaan peremajaan ini berasal dari industri perkapalan nasional, yang merasa belum siap untuk menampung order banyak dalam waktu relatif singkat. Dalam tahun 1984 ini saja, 172 kapal tua dari armada pelayaran nusantara harus dibesituakan, diganti dengan yang baru. Tahun depan 73 kapal lagi akan menyusul. Jumlah itu belum termasuk penambahan armada yang juga harus dilakukan dalam lima tahun mendatang ini, untuk mengejar peningkatan kebutuhan pelayanan angkutan laut. Kalau untuk menampung order peremajaan saja industri perkapalan nasional sudah kewalahan, apalagi untuk menjawab tantangan penambahan armada.
Melihat kondisi semacam itu, tentu akan timbul kecenderungan keras untuk mengimpor saja. Padahal ini bertentangan dengan kebijaksanaan penggalakan penggunaan produksi dalam negeri. Terlebih lagi, negara maritim seperti Indonesia, seharusnya memiliki industri maritim sendiri, sedikitnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Amatilah ejaan, pilihan kata, pilihan kelompok kata, kelangsungan kata pada kutipan di atas.

3.3.5.1 Pengertian dan Jenis Definisi
Salah satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah pemakaian kata-kata atau istilah-istilah secara ajek, baik mengenai bentuk maupun maknanya. Persyaratan itu timbul karena sifat bawaan bahasa yang rumit dan tidak eksak. Lebih-lebih mengenai hubungan kata dan maknanya. Satu kata mungkin dapat ditafsirkan dengan pengertian yang berbeda-beda dalam beberapa bidang ilmu.
Untuk menjaga keajekan itu, perlu menetapkan arti kata, berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah ditetapkan itu disebut batasan kata atau istilah yang digunakan dalam modul ini definisi.
Definisi merupakan pernyataan yang tepat mengenai arti suatu kata/konsep. Definisi yang baik akan menunjukan kepada kita batasan-batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas.
Sehubungan dengan definisi, perlu pula anda pahami pengertian konsep dan kata. Konsep ialah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi) dengan mengamati persamaan yang terdapat di antara sejumlah gejala. Misalnya, konsep “segitiga” adalah hasil abstraksi dari sejumlah segi tiga. Konsep tersebut mencakup ciri-ciri yang sama yaitu suatu bidang, bersisi tiga, tertutup. Pembentukan konsep itu dapat digambarkan sebagai berikut :

bidang datar bersisi tiga tertutup

segitiga
Konsep diungkapkan dalam bentuk kata atau kelompok kata. Dengan demikian, membatasi pengertian suatu kata berarti membatasi konsep yang terkandung pada kata itu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan definisi nominal, definisi formal, definisi operasional, atau definisi luas. Cara-cara tersebut akan dipelajari pada bagian berikut.

3.3.5.2 Definisi Nominal
Definisi ini terutama digunakan di dalam kamus, baik kamus satu bahasa (seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia), maupun di dalam kamus dwibahasa, seperti kamus (Bahasa Inggris-Indonesia), dan kamus etimologi. Dalam definisi ini suatu kata dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonimnya (padanannya), dengan terjemahannya, atau dengan menunjukkan asal katanya (etimologinya). Misalnya kata “otak” didefinisikan dengan kata “benak”, “road” dengan kata “jalan” dan “bhineka” dengan bentuk selesai dari akar kata “bhid” (S) + “ika”.

3.3.5.3 Definisi Formal
Definisi formal atau definisi logis merupakan batasan ilmiah yang kerap kali digunakan di dalam karangan ilmiah. Di dalam definisi ini, suatu istilah dikeluarkan dari genus dan spesiesnya. Dengan demikian, untuk dapat membuat definisi formal, kita harus memiliki pengertian dan prinsip-prinsip klasifikasi kompleks (baca juga: Gorys Keraf, Metoda Klasifikasi dalam Eksposisi dan Deskripsi).
Suatu definisi formal selalu terdiri dari dua ruas (bagian), yaitu bagian yang didefinisikan yang disebut definiendum, dan bagian yang mendefinisikan disebut definiens. Menurut peraturan, tempat kedua suku tersebut harus dapat dipertukarkan tanpa mengubah arti. Jika X = Y merupakan definisi formal, maka harus dapat diubah menjadi Y = X; sama saja dengan 4 + 5 = 9 dapat diubah menjadi 9 = 4 + 5.
Contoh:
Dosen = pengajar di perguruan tinggi; dapat diubah menjadi: pengajar di perguruan tinggi = dosen.
Jelas, bahwa suatu definisi formal mempunyai bentuk persamaan, yang berarti ruas kiri sama dengan ruas kanan. Ruas itu berisi definiendum dan definiens. Perhatikan definisi berikut:
“Dosen pengajar di perguruan tinggi.”
---------------- ialah -------------------------------------
definiendum definiens

Di dalam definisi formal, definiens terdiri dari dua bagian pula. Definiens “pengajar di perguruan tinggi” terdiri atas “pengajar” dan “di perguruan tinggi.” Pengajar merupakan kelas atasan dosen, sedang di perguruan tinggi merupakan ciri yang membedakan dosen dari guru SLTA.
Agar diperoleh pengertian yang jelas, perlu dipahami pengertian genus dan spesies.
Benda-benda dan gagasan-gagasan dapat dikelompokkan secara sistematik. Kalau pengelompokan ini didasarkan atas hubungan ke atas - ke bawah, maka kita akan memperoleh kelas-kelas atasan dan kelas-kelas bawahan. Kelas atasan disebut genus dan kelas bawahan adalah spesies. Kalu spesies ini mempunyai kelas bawahan lagi, dilihat dari genus tadi, kelas bawahan tersebut merupakan subspesies. Hubungan antara genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan demikian, ditinjau dari kelas bawahanya suatu spesies merupakan genus, dan ditinjau dari kelas atasannya suatu genus merupakan spesies. Bagan berikut menjelaskan perubahan kedudukan suatu kelas dalam hubungannya dengan kelas lain.
Vertebrata (genus)

Aves Mamalia (spesies)

Karnifora Herbivora Omnivora (subspesies)


Kedudukan itu akan berubah jika pengelompokan itu dimulai dari mamalia:
Mamalia (genus)

Karnifora Herbivora Omnivora (subspesies)

Kelas yang luas sekali denotasinya sehingga tidak mungkin merupakan spesies, disebut genus tertinggi (sumum genus). Sedangkan, kelas yang sangat kecil denotasinya sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut spesies terendah (infima species). Jadi definisi “ikan ialah sejenis vertebrata yang hidup di air, bersisik, berdarah dingin, bernapas dengan insang, badannya seperti torpedo, dan berkembang biak dengan bertelur” dapat dijelaskan sebagai berikut:


Vertebrata

Ikan burung reptilia dan seterusnya
Anda lihat, ikan termasuk genus/kelas vertebrata. Namun, yang termasuk vertebrata bukan ikan saja, bukan? Untuk membedakannya dengan burung dan reptilia, misalnya harus di tambah ciri pembedanya yaitu hidup di air, bersisik, dan seterusnya.

3.3.5.4 Definisi Operasional
Definisi operasional menunjukkan kepada kita apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukannya, apa yang akan diukur dan bagaimana mengukurnya. Definisi ini kita perlukan terutama jika kita mengadakan penelitian sehubungan dengan hal-hal yang tidak diamati atau diukur secara langsung seperti hasil belajar, kemampuan menalar, dan inteligensi.
Misalnya, anda ingin mengetahui apakah mutu makanan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu dijelaskan, yaitu “mutu makanan” dan “pertumbuhan ikan”.
Kalau ”mutu makanan” dijelaskan dengan “kualitas makanan” (definisi nominal) atau “sifat-sifat pada makanan yang menentukan apakah makanan itu baik atau tidak untuk pertumbuhan badan”, belum diperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan mengenai makanan ikan itu. Akan tetapi, kalau kata “mutu makanan” itu didefinisikan sebagai “kadar protein yang terkandung di dalam makanan”, persoalannya menjadi lebih jelas. Anda segera dapat menentukan barangkali bahwa anda akan membandingkan pengaruh dua jenis makanan, yaitu makanan dengan kadar protein 60% dan makanan dengan kadar protein 25%. Demikian juga kata “pertumbuhan ikan”, jika didefinisikan sebagai ”perkembangan ikan”, apakah sudah jelas apa yang hendak anda lakukan atau anda ukur? Belum, bukan? Tentunya berbeda jika didefinisikan sebagai “rata-rata pertambahan berat ikan selama diberi makanan”, bukan? Anda tahu apa yang akan anda lakukan. Sebelum diberi makanan, kedua kelompok ikan (yang tentu saja umur dan jumlahnya sama) ditimbang sehingga anda tahu berapa rata-rata beratnya. Kemudian setelah diberi makanan selama waktu tertentu, ditimbang lagi untuk melihat rata-rata pertambahan beratnya. Anda tahu bagaimana menghitungnya, tentu!
Jadi jelaslah, dari definisi operasional misalnya “rata-rata pertambahan berat ikan“, Anda tahu bahwa yang diukur ialah rata-rata selisih antara berat ikan sebelu diberi makanan dan sesudah diberi makanan. Anda juga tahu bahwa untuk mengukurnya diperlukan timbangan.

3.3.5.5 Definisi Luar
Definisi ini merupakan uraian panjang lebar; mungkin satu paragraf, satu bab, atau bahkan meliputi seluruh karangan. Definisi ini kita perlukan jika kita berhadapan dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak mungkin dijelaskan dengan kalimat pendek. Konsep “ketahanan nasional” misalnya, tidak akan jelas jika hanya didefinisikan sebagai “kemampuan dinamik suatu bangsa yang dapat dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk mengatasi tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar”. Oleh karena itu, konsep tersebut diberi definisi luas. Dari definisi itu kita dapat mengetahui perkembangan konsep itu, unsur-unsurnya, pengembanganya di dalam semua aspek kehidupan bangsa.
Contoh-contoh
1) Definisi Nominal
(1) Badut ialah pelawak.
(2) Kesenjangan ialah gap.
(3) Kemampuan fisik ialah kesanggupan badani.
(4) Bahasa berasal dari kata bhasa (S) yang diturunkan dari akar kata bhas.S
(5) Kelapa ialah yang di dalam bahasa latin disebut Cocos nucifera LINN.
2) Definisi Formal
(1) Kiper adalah pemain bola yang bertugas menjaga gawang.
(2) Kueskiorkor ialah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein pada anak-anak.
(3) Selat ialah laut sempit yang terletak di antara dua pulau.
(4) SPG ialah lembaga pendidikan kejuruan yang mendidik calon guru SD.
(5) Bambu ialah sejenis rumput yang batangnya berkayu.
3) Definisi Operasional
(1) Kepadatan penduduk ialah jumlah rata-rata penduduk perkilometer persegi.
(2) Kecepatan kapal laut ialah rata-rata jumlah knot yang dapat ditempuh kapal laut dalam satu jam.
(3) Daya angkut mobil sampah ialah jumlah sampah dalam meter kubik yang dapat dimuatkan dalam bak mobil.
(4) Hasil belajar mahasiswa ialah indeks prestasi yang dicapai pada akhir smester.
(5) Kecepatan membaca ialah rata-rata jumlah kata yang dapat dibaca dalam satu menit.
4) Definisi Luas
Manusia selain memerlukan makanan, air dan vitamin, juga memerlukan macam-macam mineral. Apakah mineral itu? Mineral adalah unsur-unsur zat yang terdapat di dalam tanah. Zat-zat ini berwujud sebagai persenyawaan kimia yang disebut garam. Kira-kira empat persen dari tubuh manusia terdiri dari bermacam-macam mineral, yaitu kalsium, fosfor, belerang, khlor, natrium, magnesium, besi, mangan, tembaga, dan yodium. Unsur yang terbanyak adalah kalsium dan fosfor, yaitu antara 2,3 dan 3,4 persen dari berat tubuh atau antara 57 dan 85 persen dari seluruh mineral yang ada di dalam tubuh.


Tugas mineral di dalam tubuh ialah:
1. Membangun jaringan tubuh.
2. mengatur tekanan osmose/keseimbangan cairan di dalam tubuh.
3. memberikan elektrolit untuk otot-otot dan syaraf.
4. Membuat berbagai enzim
Kebutuhan manusia akan mineral dapat dipenuhi antara lain dengan makan buah-buahan dan sayur-sayuran.

3.4 Rangkuman
(1) Pilihan kata harus memenuhi dua persyaratan: ketepatan dan kesesuaian. Tepat berarti: yang dipilih betul-betul mendukung gagasan yang ingin diungkapkan. Tafsiran pembaca tentang kata yang dipakai sama dengan maksud yang ingin diungkapkan. Jadi, kata yang dipakai tidak menimbulkan salah pengertian. Sesuai berarti: pilihan katanya cocok dengan kesempatan dan dengan keadaan pembacanya.
(2) Agar dapat memilih kata secara tepat harus dipahami betul makna suatu kata, mengingat:
(a) Terdapat kata-kata sinonim dan homofoni
(b) Kata seringkali mempunyai denotasi dan konotasi. Kata-kata isitilah ilmu harus bebas dari konotasi
(c) Ada kata-kata abstrak, umum, mempunyai hubungan luas, dan kata-kata konkret, khusus, mempunyai hubungan sempit
(d) Ada kata populer dan kata kajian
(e) Ada jargon, kata percakapan, dan slang
(f) Makna kata mungkin berubah: meluas atau menyempit, bahkan berubah sama sekali
(g) Banyak kata serapan dan kata asing.
(3) Dalam pemakainnya, kata memiliki konteks.
(4) Kata-kata yang bersinonim kerapkali tidak dapat saling menggantikan.
(5) Kaidah sosial menyangkut syarat kesesuaian dalam pemulihan kata.
(6) Agar sesuai dengan kaidah sosial, perlu diperhatikan:
 nilai sosial yang berlaku pada masyarakat sasaran tulisan, sehubungan dengan kata-kata yang dipakai;
 keadaan masyarakat sasaran tulisan tersebut.
(7) Definisi ialah pernyataan yang tepat mengenai pengertian suatu kata.
(8) Ada bermacam-macam definisi. Definisi nominal banyak dipegunakan di dalam kamus. Definisi formal diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Definisi operasional diperlukan dalam penulisan makalah penelitian, dan definisi luas dipergunakan untuk menjelaskan konsep yang sulit dipahami.
(9) Suatu definisi selalu terdiri dari definiendum dan definiens.
(10) Definiens pada definisi nominal berupa padanan/sinonim definiendum. Definiens pada definisi formal terdiri atas genus/kelas definiendum serta ciri-ciri pembedanya (diferensia). Definiens pada definisi operasional menunjukkan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Definisi luas mengemukakan uraian tentang definiendum.



3.5 Latihan
A. Apakah yang dimaksud dengan diksi yang sesuai dengan kaidah sintaksis dan apa sajakah penyesuaian itu? Diksi yang sesuai dengan sintaksis yaitu dimana pilihan kata yang berhubungan erat dengan masalah kaidah sintaksis bahasa, dimana katanya mempunyai konteks, artinya kata-katanya dibatasi oleh kelompoknya didalam suatu kalimat sehingga kerap kali kita dapat menerka makna suatu kata yang baru ditemui. Untuk melakukan pilihan kata yang secsuai dengan kaidah sintaksis ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: tepat, saksama, lazim.
B. Tuliskan D kalau kata yang digarisbawahi mengandung Denotatif, KP untuk konotatif positif atau KN untuk konotatif negatif.
 Banyak anak sekolah yang membantu orang tuanya dengan bekerja sebagai tukang semir sepatu.(D)
C. Buatlah kelompok kata dengan kata-kata berikut, kemudian susun di dalam kalimat.
Contoh: kondisi geografis; Kondisi geografis negara merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pertahanan keamanan.
1. forum; Didalam rapat pertimbangan kemarin menemukan jalan buntu, sehingga jalan satu-satunya diserahkan ke forum.
2. yuridis
3. pertentangan;
4. rawan; Hujan yang mengguyur Desa Sukamaju dalam beberapa hari mengakibatkan jalanan menjadi licin untuk para pemakai kendaraan dan rawan terjadinnya kecelakaan
5. peningkatan; Setelah beberapa kali dilanda kegagalan panen akibat diserang hama werang, akhirnya para petani kali ini bisa menikmati hasil jerih payahnya, karena kali ini panen yang mereka dapatkan mngalami peningkatan yang drastis dibanding panen-panen sebelumnya.

D. Gantilah kata-kata yang nonbaku dalam kalimat berikut dengan bentuk baku yang sesuai.
a. Keadaan ekonomi negara itu menjadi semakin parah
b. Keadaan orang itu belum berubah juga
c. Nanti malam TVRI akan menyiarkan pertandingan sepak bola

E. Diskusikan kata-kata peremajaan, armada, dirintis, dana, beroperasi, perangkat, bentukan, pelayaran nasional, disain, daya saing, gulung tikar, order, pelayaran nusantara, dibesituakan, kewalahan, negara maritim.
Diskusikan, berdasarkan pilihan katanya bagaimana keadaan pembacanya?

F. Silanglah N jika definisi berikut nominal, F jika formal atau O jika operasional.
(1) Kecepatan mobil ialah rata-rata jumlah kilometer yang dapat ditempuh mobil dalam waktu satu jam (N, F, O).
(2) Motivasi belajar adalah dorongan untuk belajar (N, F, O).
(3) Zat hijau daun adalah khlorofil (N, F, O).
(4) Kemampuan berlari seorang atlet ialah waktu yang dipergunakan untuk menempuh jarak tertentu (N, F, O).
(5) Komodo ialah sejenis reptilia peninggalan masa purba yang masih hidup di pulau Komodo (N, F, O).

3.6 Daftar Pustaka
Akhadiah, M.K., Sabarti, dkk. 1984/1985. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. UNT 112/2 SKS/ MODUL 1-3. Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Parera, Jos Daniel. 1976. Diksi dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun II Nomor 3. hlm. 2 – 17. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Penulisan Karya Ilmiah  

Diposting oleh Mr. yoss INSTALLER

BAB VI
PENULISAN KARYA ILMIAH


1. Pengantar
Anda dapat menjadi penulis yang terampil jika Anda terus-menerus berlatih. Namun demikian, pengetahuan yang memadai sehubungan dengan penulisan, akan banyak menolong Anda. Hal ini akan lebih terasa jika Anda menulis karangan yang formal, misalnya laporan penelitian, atau karangan ilmiah lainnya. Dalam hal ini, Anda dituntut memenuhi persyaratan tertentu sehingga Anda harus merencanakannya dengan baik.
Tulisan ini memberikan gambaran menyeluruh kepada Anda mengenai tahap pertama proses penulisan, khususnya penulisan secara formal. Pembahasannya meliputi tahap persiapan, mulai dari pemilihan dan pembatasan topik, perumusan, sumber bahan penulisan, kerangka dan pola organisasi karangan.
Dalam penyelesaian tugas laporan penelitian, Anda harus tetap menerapkan EYD, memilih kata-kata yang memenuhi persyaratan kesesuaian dan ketepatan, serta menggunakan kalimat yang efektif. Pengetahuan Anda tentang klasifikasi dan penalaran sangat diperlukan, terutama pada waktu menyusun kerangka dan menentukan organisasi karangan.
Karangan ilmiah perlu ditunjang dengan penggunaan kutipan. Kutipan dimaksudkan untuk lebih memperkuat suatu gagasan yang Anda kemukakan dalam tulisan ilmiah tersebut. Penulisan karya ilmiah harus memenuhi kelengkapan sistematika penulisan serta konvensi yang harus diikuti dalam aturan penulisan karya ilmiah.
2. Standar Kompetensi
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat merencanakan karangan, mampu mengembangkan karangan sesuai dengan sistematika penulisan karya ilmiah, dan mampu membedakan kutipan langsung dan tak-langsung dalam penulisan karya ilmiah, membedakan berbagai teknik penulisan kutipan dalam penulisan karya ilmiah, menulis karya ilmiah dengan menggunakan berbagai teknik penulisan kutipan, langsung maupun tak langsung, menyusun daftar pustaka dari berbagai sumber kutipan yang terdapat dalam karya ilmiah, sehingga mahasiswa dapat menulis karya ilmiah secara benar.
3. Materi
3.1. Perencanaan Karangan
Penulisan karangan formal, seperti makalah penelitian, skripsi atau karangan ilmiah lainnya, menuntut beberapa persyaratan untuk dipenuhi. Karangan ini menyangkut isi, bahasa, dan teknik penyajiannya. Karena itu, karangan formal, terutama yang cukup panjang, perlu direncanakan dengan baik terlebih dahulu.
Tentu saja Anda tidak perlu bersusah-payah membuat perencanaan atau kerangka karangan, jika Anda hanya menulis surat pribadi kepada teman atau menulis karangan pendek yang bahannya sudah siap di kepala Anda. Dalam hal ini, kegiatan menulis merupakan satu kegiatan tunggal, dan kerangka karangan cukup di dalam pikiran Anda saja. Tetapi, jika Anda akan menyusun tesis atau makalah ilmiah (project paper, misalnya), sebaiknya Anda merencanakannya lebih dahulu.
Secara teoretis, proses penulisan meliputi 3 tahap utama, yaitu tahap prapenulisan, penulisan, dan revisi.ini tidak berarti bahwa kegiatan-kegiatan penulisan itu kita lakukan secara terpisah-pisah. Pada tahap prapenulisan Anda membuat persiapan-persiapan yang akan Anda pergunakan pada tahap penulisan. Dengan kata lain, Anda merencanakan karangan Anda.
Tahap penulisan merupakan tahap ekspresi dan pengembangan gagasan yang telah Anda tuliskan dalam bentuk kerangka kerja. Dengan menggunakan kalimat, ungkapan, frase, dan kata-kata, Anda mengembangkan gagasan atau ke dalam paragraf atau bab-bab. Dalam hal ini, perlu Anda pilih macam karangan apa yang paling sesuai dengan tujuan dan bahan Anda; Paparan, argumentasi, atau persuasi. Pada tahap ini, hal yang sangat penting untuk Anda perhatikan ialah bagaimana Anda dapat mengungkapkannya secara efektif, logis/sistematik, dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tahap terakhir dalam proses penulisan ialah revisi. Revisi ini pada prakteknya Anda lakukan juga pada tahap-tahap persiapan dan penulisan. Namun demikian, setelah tulisan Anda lakukan suatu peninjauan kembali secara menyeluruh, yaitu mengenal:
1. Relevansi : apakah seluruh tulisan sejalan dengan tujuan/tesis?
2. Paragraf : apakah sudah memenuhi semua persyaratan?
3. Pilihlah kata dan kalimat: apakah cukup baku, komunikatif, informatif, dan tidak menimbulkan salah paham?
4. Teknik dan sistematika penulisan: apakah sesuai dengan logika pernyataan maksud/tesis?
5. Pungtuasi dan ejaan: apakah sesuai dengan peraturan yang berlaku?
Dalam pelaksanaannya, ketiga tahap itu sering bertumpang tindih, sulit dipisahkan secara jelas, terutama jika Anda menulis suatu esei pendek. Anda baru akan melalui tahap-tahap itu secara lebih teratur, bila Anda menyusun makalah yang cukup panjang atau karangan yang terdiri dari beberapa bab.
3.1.1. Pemilihan Topik
Kegiatan yang pertama ialah memilih topik. Memilih topik berarti memilih apa yang akan menjadi pokok pembicaraan dalam tulis Anda. Topik itu dapat Anda peroleh dari berbagai sumber, yaitu : pengalaman, pengamatan, pendapat / penalaran, dan khayalan. Topik-topik karangan ilmiah banyak yang bersumber pada pengamatan, pengalaman dan penalaran.
Dalam memilih topik untuk karangan ilmiah, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Ada manfaatnya untuk perkembangan ilmu atau profesi Anda
2. Cukup menarik untuk dibahas
3. Anda kenal dengan baik
4. Bahannya dapat Anda peroleh
5. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit
Butir kelima ini akan membicarakan sehubungan dengan kegiatan prapenulisan selanjutnya.

3.1.2. Pembatasan Topik
Kegiatan yang kedua ialah membatasi topik. Jika Anda sudah merasa sesuai dengan topik yang Anda pilih, maka selanjutnya Anda membatasinya. Di atas sudah disebutkan bahwa salah satu persyaratan topik itu tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit. Topik yang terlalu luas tidak memberikan kesempatan kepada Anda untuk membahasnya secara mendalam, apalagi jika waktu Anda terbatas. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit akan bersifat sangat khsusus dan tidak banyak gunanya untuk bidang profesi Anda, kecuali jika Anda melaporkan hasil suatu studi kasus. Karena itu, sejak taraf permulaan penulisan Anda harus sudah membatasinya.
Tentu saja, Anda dapat langsung memikirkan suatu topik yang terbatas seperti “Imbuhan Pembentuk Kata Kerja di dalam Bahasa Indonesia yang Dipergunakan oleh Para Penulis Remaja”.

3.1.3. Judul Karangan
Dalam pelaksanaannya, topik yang telah Anda pilih itu Anda nyatakan dalam suatu judul karangan. Samakah topik dengan judul? Tidak, topik ialah pokok pembicaraan, sedang judul ialah nama, titel, atau semacam label untuk suatu karangan. Pernyataannya mungkin sama, mungkin juga tidak. Judul karangan fiktif (rekaan) kerapkali tidak menunjukkan topinya. Roman Layar Terkembang misalnya, tidak membicarakan layar dalam arti yang sebenarnya. Akan tetapi, judul karangan ilmiah harus dipikirkan secara bersungguh-sungguh dengan mengingat beberapa persyaratan, antara lain:
1. Harus sesuai dengan topik/isi dan jangkauannya
2. Sebaiknya dinyatakan dalam frase bukan kalimat
3. Sesingkat mungkin
4. Sejelas mungkin, tidak dinyatakan dalam kata kiasan dan tidak mengandung kata bermakna ganda.
Judul suatu karangan memang dapat ditentukan kemudian. Tetapi kalau Anda akan menulis tesis atau project paper, lebih dulu Anda harus menentukan topik/judulnya dan membicarakannya dengan pembimbing Anda.
Berikut ini tercantum beberapa contoh topik/judul yang cukup terbatas:
1. Tanah Kritik di Indonesia: Cara Mengatasinya
2. Pengaruh Pembukaan Jalan Raya Terhadap Cara Hidup Rakyat di Desa Maja
3. Kemungkinan Mekanisme Pertanian di Sumatera Barat
4. Kemungkinan Pengurangan Arus Urbanisasi ke Jakarta
5. Pemakaian Bahasa Inggris di dalam Surat Kabar di Indonesia

3.2. Tujuan Penulisan

Rumusan tujuan penulisan adalah suatu gambaran atau perencanaan menyeluruh yang akan mengarahkan Anda dalam penulisan selanjutnya. Dengan menentukan tujuan penulisan, Anda tahu apa yang harus Anda lakukan pada tahap penulisan, Anda tahu bahan apa yang Anda perlukan, organisasi karangan macam apa yang akan terapkan, dan mungkin juga sudut pAndangan yang Anda pilih. Penentuan tujuan merupakan penentuan yang pokok yang akan mengarahkan dan membatasi penentuan-penentuan khusus yang tidak mengembangkan gagasan serupa itu, tujuan itu Anda tuliskan dalam bentuk persyaratan maksud.

3.2.1. Tesis
Sebuah tesis adalah sebuah kalimat yang merupakan kunci untuk seluruh tulisan, seperti halnya kalimat utama dalam suatu paragraf. Dengan demikian, tesis Anda juga merupakan kalimat utama untuk paragraf pertama dalam karangan Anda.


Contoh
Tesis : Sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini dirasakan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern, sehingga perlu diperbaharui.
Tesis pada contoh di atas memberitahukan kepada pembaca bahwa uraian selanjutnya mengenai sistem pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan bangsa dan perlunya pembaharuan sistem tersebut. jadi, dari kalimat itu pembaca dapat memperkirakan bahwa uraian selanjutnya sudah mencakup: 1) sistem pendidikan Indonesia dewasa ini ditinjau dari kebutuhan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern dan 2) ke arah pembaharuan sistem pendidikan Indonesia.
Selanjutnya, suatu tesis juga akan turut menentukan urutan pembahasan dan materi atau informasi yang Anda perlukan. Ini tidak berarti bahwa Anda baru mempelajari fakta-fakta atau informasi-informasi sesudah Anda menetapkan tesis. Sebaliknya, pengamatan atau pengetahuan Anda tentang fakta tertentu akan mengarahkan Anda dalam memikirkan tesis Anda dan kemudian dengan tesis itu Anda menentukan fakta atau informasi mana yang Anda perlukan.
Agar efektif, suatu tesis hendaknya terbatas, utuh, dan tepat. Tesis yang terbatas akan menunjukkan pendekatan mana yang akan diambil dalam pembahasan selanjutnya. Dengan begitu, juga akan membatasi sampai di mana pembahasan akan dilakukan. Tesis seperti “Banyak kekayaan tersimpan di lautan Indonesia” adalah contoh tesis yang umum, tidak cukup terbatas. Tesis ini mungkin dapat dipecahkan ke dalam beberapa tujuan:
Contoh
Tesis (umum): Banyak kekayaan tersimpan di lautan Indonesia.
Terbatas:
1. Di perairan Indonesia sebelah Timur banyak hidup tiram mutiara yang mungkin dapat dibudidayakan.
2. Lautan Indonesia merupakan sumber energi potensial di masa datang.
3. Jika dibandingkan dengan kekayaan di daratan, kekayaan di lautan Indonesia belum banyak dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia.
4. dan seterusnya.
Tujuan-tujuan di atas dapat dibahas dalam beberapa esei.
Tesis yang tidak terbatas tidak memberikan petunjuk kepada Anda bagaimana Anda menangani topik Anda. Persyaratan itu hanya memungkinkan Anda menulis tentang susuatu tanpa memberikan petunjuk tentang apa yang akan dibahas dan bagaimana membahasnya.

3.2.2. Pernyataan Maksud
Di atas telah diuraikan, tesis hanya terdapat di dalam tulisan yang mengembangkan gagasan secara dominan. Jika Anda ingin menjelaskan kejadian yang mendahului suatu kecelakaan di sebuah bengkel kerja, Anda tidak akan mengembangkan suatu gagasan secara dominan dalam tulisan Anda itu. Dalam hal ini, Anda menyatakan tujuan itu dalam bentuk pernyatan maksud.
Contoh pernyataan maksud di bawah ini dengan jelas menunjukkan tujuan penulisan dan membantu penulis mengembangkan karangannya.
Contoh:
1. Tujuan makalah ini ialah membahas perbedaan pAndangan politik tokoh X dan Y mengenai tindakan pemerintah Z terhadap para gerilyawan.
2. Dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana pujian dapat meningkatkan motivasi belajar anak-anak SD.
3. Penulis ingin mengemukakan peristiwa-peristiwa yang mendahului pecahnya Perang Diponegoro.
4. Apa yang menyebabkan kenakalan remaja pada umumnya?
Penulis akan mengemukakan tiga hal yang erat hubungannya dengan pendidikan keluarga.
Pernyataan maksud di atas tidak hanya mengungkapkan tujuan penulisan, melainkan juga menunjukkan arah pengembangan karangan selanjutnya. Pernyataan itu sekaligus mencakup struktur tulisan dan bahan yang diperlukan.

3.3 Bahan Penulisan
Jika tujuan sudah jelas, maka Anda dapat menentukan bahan atau materi penulisan, macamnya,dan berapa luasnya. Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Data tersebut mungkin merupakan contoh-contoh perincian atau detail, perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab-akibat, pengujian dan pembuktian, angka-angka, kutipan, gagasan, dan sebagainya yang dapat membantu Anda dalam mengembangkan topik.
Bahan penulisan dapat dikumpulkan baik pada tahap prapenulisan maupun penulisan. Untuk suatu masalah kecil yang tujuannya telah jelas di dalam pikiran Anda, penetapan dan pengumpulan bahannya dapat Anda lakukan pada tahap penulisan. Tetapi untuk suatu karangan besar seperti skripsi kesarjanaan, bahan-bahannya harus Anda kumpulkan dulu sebelum tahap penulisan yang sebenarnya dimulai. Mungkin Anda memerlukan bahan dari beberapa sumber informasi, bahkan mungkin Anda harus mengadakan pengamatan atau penelitian yang memakan waktu lama.
Sebagian besar dari bahan penulisan, dapat diperoleh dari dua sumber utama, yaitu inferensi dan pengalaman. Inferensi ialah kesimpulan atau nilai-nilai yang Anda tarik dari pengalaman Anda. Inferensi itu kemudian akan menjadi bagian dari pengalaman Anda dan mungkin menjadi dasar penarikan inferensi baru. Pengalaman ialah semua pengetahuan yang telah Anda peroleh melalui persepsi indrawi. Pengamalan itu mungkin bersumber pada pengamatan langsung, atau dari bacaan, atau studi kepustakaan. Agar mendapat menggunakan kedua sumber itu dengan baik diperlukan latihan.
Anda dapat melakukan pengamatan secara cermat dengan berlatih melihat suatu obyek dengan lebih teliti dari jarak yang lebih dekat. Dalam hal ini tentu saja diperlukan konsentrasi dan minat yang memadai. Jika Anda tidak memiliki perhatian dan minat terhadap detail sesuatu, maka Anda hanya akan menangkap kesan umum yang kerap kali kurang jelas. Dengan demikian Anda juga tidak akan menggunakan diksi yang spesifik untuk detail tertentu di dalam tulisan Anda, Anda hanya akan menggunakan ungkapan-ungkapan umum yang menggambarkan kesan umum itu. Misalnya, sesudah mengamati kesehatan anak-anak nelayan di suatu desa nelayan, Anda hanya mengemukakan kesimpulan bahwa kesehatan mereka tidak memuaskan. Anda tidak mengemukakan misalnya: penyakit apa yang terdapat di kalangan anak-anak itu, penyebabnya, berapa persen yang meninggal akibat penyakit itu, dan sebagainya. Akan tetapi, harus diingat bahwa detail itu tentu saja dikemukakan sesuai dengan tujuan penulisan.
Bahan yang Anda peroleh dari pengalaman, dapat Anda pakai sebagai dasar inferensi. Inferensi itu mengandung unsur pemikiran subyektif Anda. Jadi, merupakan karya pribadi Anda berdasarkan bahan asli.
Inferensi dapat Anda peroleh dengan cara analisis atau sintesis. Analisis ialah proses penguraian sesuatu ke dalam bagian-bagiannya, sedangkan sintesis ialah proses penggabungan kembali bagian-bagian yang terpisah ke dalam suatu kebulatan baru.
Contoh:
Seorang siswa SMA mencoba menghafalkan sebuah sajak yang cukup panjang. Mula-mula ia mempelajari bait demi bait. Diperhatikannya hubungan antara baris-baris di dalam bait, kemudian antara bait-bait, lalu diperhatikannya bagaimana urutannya. Akhirnya ia dapat menghafalkan sajak tersebut dan mendeklamasikannya dengan baik.
Pekerjaan memecahkan sajak ke dalam bait demi baris kemudian mempelajari/menelaahnya, merupakan contoh analisis. Bagian-bagian yang sudah dipahami dengan jelas itu kemudian disintesiskan, yaitu dengan menghafalkan dan mendeklamasikannya sebagai suatu sajak yang utuh.
Inferensi juga dapat diperoleh dengan cara analogi yaitu dengan melihat persamaan-persamaan yang terdapat antara sesuatu yang sudah diketahui dan sesuatu yang baru; atau dengan kata lain menarik kebenaran tentang gejala khusus berdasarkan atas kebenaran gejala khusus serupa yang sudah diketahui atau diterima.
Sumber bahan yang penting di samping pengamatan langsung ialah pengamatan tak langsung melalui bacaan. Proses yang terjadi pada pengamatan ini lebih kompleks. Pada waktu membaca, Anda berhadapan dengan dua macam pengamatan, yaitu pengamatan penulis dan pengamatan Anda sendiri. Anda akan menghadapi dua inferensi: Inferensi penulis berdasarkan pengalamannya, dan inferensi yang Anda lakukan berdasarkan atas bacaan Anda. Yang penting di sini ialah bagaimana tanggapan Anda tentang bacaan itu. Tanggapan tersebut mungkin berupa interprestasi, yaitu jika Anda memberikan arti terhadap bacaan, atau berupa kritik jika Anda memberikan penilaian terhadapnya. Akan tetapi baik interprestasi maupun kritik, Anda peroleh melalui bacaan. Keduanya merupakan kesan Anda sebagai pengamat dan bagaimana Anda menanggapinya. Dengan demikian di dalam interprestasi dan kritik selalu ada unsur subyeknya. Untuk mengurangi pengaruh unsur subyektif itu maka keduanya harus betul-betul didasarkan atas teks bacaan.

3.4. Sistematika Laporan Ilmiah
Sistematika laporan ilmiah secara umum dapat dikelompokkan atas tiga bagian yakni bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Mengingat beragamnya hasil penelitian mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah FKIP UNIB, berikut ini akan dikemukakan beberapa formal (model) yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam laporan ilmiah tersebut. Format yang akan dikemukakan dalam pedoman ini mencakup penelitian kuantitatif, kualitatif. Secara singkat diuraikan berikut ini.

A. FORMAT LAPORAN ILMIAH PENELITIAN KUANTITATIF

 Bagian Awal
a. Halaman sampul
b. Halaman judul
c. Lembar persetujuan dan pengesahan laporan
d. Lembar pengesahan penguji
e. Motto (kalau ada)
f. Abstrak
g. Kata pengantar
h. Daftar isi
i. Daftar tabel, gambar, lampiran

 Bagian Inti
BAB.I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Ruang Lingkup Penelitian
d. Tujuan Penelitian
e. Kegunaan Penelitian
f. Definisi Istilah

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA
a. Kerangka Teori
b. Kerangka Berpikir
c. Asumsi (Kalau Ada)
d. Hipotesis (Kalau Ada)

BAB.III. METODOLOGI PENELITIAN
a. Metode Penelitian
b. Populasi dan Sampel
c. Definisi Operasional Variabel
d. Instrumen Penelitian
e. Teknik Pengumpulan Data
f. Teknik Analisis Data

BAB.IV. HASIL PENELITIAN
a. Deskripsi Data
b. Pengujian hipotisis
c. Pembahasan
 Bagian Akhir
BAB V. KESIMPULAN dan SARAN
a. Kesimpulan
b. Saran
c. Daftar Pustaka
d. Lampiran-lampiran
e. Riwayat Hidup


Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas masing-masing komponen dalam penelitian kuantitatif, berikut ini akan diuraikan secara singkat.


1. BAGIAN AWAL
a. Halaman Sampul
Halaman sampul berisi : judul laporan ilmiah, lambang Universitas Bengkulu, kata laporan ilmiah, nama dan nomor pokok mahasiswa (NPM), dan diikuti dengan nama program studi, jurusan, fakultas, dan universitas. Semua huruf dicetak dengan hurup kapital, diatur secara simetris dan serasi. Contoh dapat dilihat pada lampiran 1.

b. Halaman Judul
Halam judul ini memuat : judul laporan ilmiah, lambang Universitas Bengkulu, kata laporan ilmiah nama dan nomor pokok mahasiswa (NPM), teks berikut “Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah”. Diikuti nama program studi, jurusan, fakultas, dan universitas, serta tahun ujian. Contoh dapat dilihat pada lampiran 2.

c. Lembar Persetujuan dan Pengesahan Laporan Ilmiah
Lembaran ini merupakan pengesahan dari pihak pembimbing dan pejabat jurusan dan dekan FKIP Universitas Bengkulu. Lembar persetujuan dan pengesahan ini berisi : judul laporan ilmiah, kata laporan ilmiah, nama dan NPM mahasiswa, teks Disetujui dan disahkan oleh:, pembimbing utama dan pendamping, ketua jurusan pendidikan bahasa dan seni dan dekan FKIP Universitas Bengkulu. Contoh dapat dilihat pada lampiran 3.

d. Lembar Pengesahan Dewan Penguji
Lembar ini terdiri dari judul laporan ilmiah, kata laporan ilmiah, tek Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Bengkulu, Nama dan NPM mahasiswa, teks Ujian dilaksanakan pada : hari, tanggal, waktu (pukul), tempat, dewan penguji. Contoh dapat dilihat pada lampiran 4.
e. Daftar Lampiran
Daftar lampiran memuat nomor lampiran, judul lampiran, serta nomor halaman lampiran. Judul tabel yang terdiri dari dua baris diketik dengan spasi tunggal. Antara judul tabel satu dengan yang lain diketik spasi gAnda. Contoh dapat dilihat pada lampiran 7.

f. Motto dan Persembahan (kalau ada)
Motto dapat diperoleh dari berbagai sumber baik kitab suci maupun pendapat para tokoh atau ahli. Sedangkan persembahan merupakan ungkapan yang ditujukan baik pada seseorang yang berjasa maupun pada almamaternya.

g. Abstrak
Abstrak merupakan intisari laporan ilmiah yang dikemukakan secara padat. Cakupan isi dalam abstrak meliputi ; tujuan penelitian, metode yang digunakan, hasil yang diperoleh, dan kesimpulan yang dirumuskan.
Penulisan abstrak diawali dengan tulisan Abstrak di tengah halaman bagian atas, dengan menggunakan huruf kapital secara simetris tanpa tAnda titik. Nama penulis diketik dengan jarak 2 spasi dari kata abstrak di tepi kiri dengan urutan nama akhir diikuti tAnda koma, nama awal, dan nama tengah (bila ada) diakhiri titik. Judul laporan ilmiah ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama setiap kata dan diakhiri dengan tAnda titik, diikuti nama pembimbing satu dan dua ditulis secara lengkap.
Dalam teks abstrak dicantumkan kata kunci yang ditempatkan di bawah nama dosen pembimbing. Jumlah kata kunci berkisar antara dua sampai lima kata. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah.
Teks dalam abstrak dicantumkan kata kunci yang ditempatkan dibawah nama dosen pembimbing. Jumlah kata kunci berkisar antara dua sampai lima kata. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi ilmiah.
Teks dalam abstrak ditulis dengan spasi tunggal dengan panjang halaman tidak melebihi satu halaman kertas kuarto. Contoh format abstrak dapat dilihat pada lampiran 5.

h. Kata Pengantar
Dalam kata pengantar dicantumkan ucapan terima kasih penulis kepada orang-orang, lembaga, organisasi, atau pihak-pihak lain yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan laporan ilmiah. Judul (tulisan) KATA PENGANTAR, diketik dengan huruf kapital, ditulis secara simetris di batas atas tanpa tAnda titik. Teks kata pengantar ditulis dengan menggunakan spasi gAnda. Panjang halaman maksimal dua halaman kertas ukuran kuarto. Pada bagian akhir teks (bagian pojok kanan bawah) dicantumkan kata yang menunjukkan tempat, bulan, tahun, dan dibubuhi kata penulis.

i. Daftar Isi
Tulisan DAFTAR ISI diketik dengan huruf kapital, simetris di batas atas bidang pengetikan, tanpa tAnda titik. Daftar isi memuat judul bab yang diketik dengan huruf kapital dan judul subbab yang ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf awal kalimat yang bukan kata hubung dan dikuti nomor halaman. Contoh format dapat dilihat pada lampiran 6.

j. Daftar Tabel
Tulisan DAFTAR TABEL diketik dengan huruf besar secara simetris tanpa tAnda titik. Daftar tabel memuat nomor tabel, judul tabel, serta nomro halaman di mana tabel dimuat. Judul tabel yang dimuat dua baris diketik dengan spasi tunggal. Antara judul tabel satu dengan yang lain diketik dengan spasi gAnda. Contoh dapat dilihat pada lampiran 7.


2. ISI BAGIAN INTI
Bagian inti laporan ilmiah terdiri dari lima bab yaitu Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian, Kesimpulan dan Saran. Rincian isi dari masing-asing bab diuraikan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan adalah bab pertama dari laporan ilmiah yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan. Pada bab pendahuluan ini memuat (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) ruang lingkup penelitian, (4) tujuan penelitian, (5) kegunaan penelitian.

a. Latar Belakang
Di dalam bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoritik maupun kesenjangan praktis yang melatarbelakangi masalah yang diteliti. Di dalam latar belakang masalah ini dipaparkan secara ringkas teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar/ diskusi ilmiah, dan pengalaman atau pengamatan pribadi yang terkait erat dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh.

b. Rumusan Masalah
Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya/pernyataan. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan –pertanyaan yang ingin dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinsi mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan pembatasan masalah.

c. Ruang Lingkup
Yang dikemukakan pada bagian ruang lingkup adalah variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subjek penelitian, dan lokasi penelitian. Dalam bagian ini dapat juga dipaparkan penjabaran variabel-variabel menjadi subvariabel beserta indikator-indikatornya.

d. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Tujuan penelitian mengacu pada rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

e. Kegunaan Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka dalam penelitian ini memuat kerangka teoritis, kerangka berpikir, asumsi penelitian (jika ada), dan hipotesis penelitian. Secara singkat isi pada masing-masing aspek tersebut diuraikan berikut ini.

a. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis memuat dua hal pokok yaitu deskripsi teoretis tentang objek (variabel) yang diteliti dan kesimpulan tentang kajian yang antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang diajukan dalam bab yang mendahuluinya. Untuk dapat memberikan deskripsi teoritis terhadap variabel yang diteliti, maka diperlukan adanya kajian teori yang mendalam. Selanjutnya, argumentasi atas hipotesis yang diajukan menuntut peneliti untuk mengintegrasikan teori yang dipilih sebagai lAndasan penelitian dengan hasil kajian mengenai temuan penelitian yang relevan.
Bahan-bahan kajian pustaka dapat diangkat dari berbagai sumber seperti jurnal penelitian, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, dan sebagainya. Akan lebih baik kajian teoritis dan telaah terhadap temuan-temuan penelitian didasarkan pada sumber kepustakaan primer, yaitu bahan pustaka yang isinya bersumber pada temuan penelitian. Sumber sekunder dapat digunakan sebagai penunjang.

b. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir memuat rumusan dari teori-teori yang relevan. Di sini peneliti diharapkan mengintegrasikan teori-teori yang telah diuraikan pada kerangka teoritis dalam bentuk kerangka berpikir sebagai lAndasan dalam melakukan penelitian.

c. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Asumsi dapat bersifat substantif dan metodologis. Asumsi substantif berhubungan dengan permasalahan penelitian, sedangkan asumsi metodologis berkenaan dengan metodologi penelitian. Asumsi boleh ada boleh tidak.

d. Hipotesis Penelitian
Tidak semua penelitian kuantitatif memerlukan hipotesis penelitian. Penelitian kuantitatif yang bersifat eksploratif dan deskriptif tidak memerlukan hipotesis.
Secara prosedural hipotesis penelitian diajukan setelah peneliti melakukan kajian pustaka, karena hipotesis penelitian adalah rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari kajian pustaka. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Rumusan hipotesis hendaknya bersifat definitif atau direksional. Artinya, dalam rumusan hipotesis tidak hanya disebutkan adanya hubungan atau perbedaan antaravariabel, melainkan telah ditunjukkan sifat hubungan atau keadaan perbedaan itu.
Rumusan hipotesis yang benar adalah : (a) menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih, (b) dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan, (c) dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas, (d) dapat diuji secara empiris.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam bab ini sekurang-kurangnya mencakup : (1) Metode Penelitian, (2) Populasi dan Sampel, (3) Definisi Operasional Variabel, (4) Instrumen Penelitian, (5) Teknik Pengumpulan Data, (6) Teknik Analisis Data.

a. Metode Penelitian
Metode penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian maupun sifat penelitian. Metode penelitian meliputi penelitian eksploratif, deskriptif, eksplanatoris, survei, eksperimen, atau yang lainnya. Jadi pada subbab ini berisi penjelasan tentang jenis penelitian tersebut variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian serta sifat hubungan antara varaibel-variabel tersebut.

b. Populasi dan Sampel
Istilah populasi dan sampel tepat digunakan jika penelitian yang dilakukan memakai sampel sebagai subjek penelitian. Akan tetapi jika sasaran penelitian adalah seluruh anggota populasi, akan lebih cocok digunakan istilah subjek penelitian.
Karakteristik populasi harus jelas sehingga dapat ditentukan jumlah sampel dan cara pengambilan sampel dengan tepat. Tujuannya adalah agar sampel yang dipilih benar-benar representatif, artinya dapat mencerminkan keadaan populasi secara cermat. Dengan demikian, hal-hal yang perlu dijelaskan dalam bagian populasi dan sampel meliputi : (a) identifikasi dan batasan-batasan tentang populasi atau subjek penelitian, (b) prosedur dan teknik pengambilan sampel, (c) besarnya sampel.

c. Definisi Operasional
Defenisi operasional diperlukan untuk mengantisifasi kemungkinan adanya perbedaan pemahaman terhadap istilah yang digunakan. Selain itu dapat memberikan penegasan konsep atau konstruk yang diselidiki guna memudahkan pengukurannya.
Definisi operasional ini merupakan definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambilan data yang cocok digunakan.

d. Instrumen Penelitian
Bagian subbab ini dikemukakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Sesudah itu barulah dipaparkan prosedur pengembangan instrumen pengumpul data atau pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
Instrumen yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan reliabilitas maupun validitasnya. Selain itu perlu diungkapkan juga cara pemberian skor atau kode terhadap masing-masing butir pertanyaan/pernyataan. Untuk alat dan bahan harus disebutkan secara cermat spesifikasi teknis alat yang digunakan dan karakteristik bahan yang dipakai.

e. Teknik Pengumpulan data
Bagian ini menguraikan (a) langkah-langkah yang ditempuh dan teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data (b) kualifikasi dan jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengumpulan data (c) jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data.
Jika penelitian menggunakan orang lain sebagai pelaksana pengumpulan data perlu dijelaskan cara pemilihan serta upaya mempersiapkannya untuk menjalankan tugas.

f. Teknik Analisis Data
Pada bagian ini diuraikan tentang Jenis Statistik yang digunakan. Ada dua jenis statistik yang dapat dipilih yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial yang meliputi statistik parametrik dan nonparametrik.
Pemilihan jenis analisis data sangat ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan dengan tetap berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai atau hipotesis yang hendak diuji. Oleh karena itu, yang penting untuk diperhatikan dalam analisis data adalah ketetapan teknik analisisnya, bukan kecanggihannya.
Di samping penjelasan tentang jenis atau teknik analisis data yang digunakan perlu juga dijelakan alasan pemilihannya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam pengujian yang menguji hipotesis, laporan mengenai hasil-hasil yang diperoleh sebaiknya dibagai menjadi dua bagian besar. Pertama berisi uraian tentang karakteristik masing-masing variabel. Kedua memuat uraian tentang hasil pengujian hipotesis.

a. Deskripsi Data
Dalam deskripsi data untuk masing-masing variabel dilaporkan hasil penelitian yang telah diolah dengan teknik statistik deksriptif, seperti distribusi frekuensi yang disertai dengan grafik yang berupa histrogram, nilai rerata, simpangan baku, dan lainnya. Setiap variabel dilaporkan dalam subbab tersendiri dengan merujuk pada rumusan masalah atau tujuan penelitian.
Materi yang disajikan dalam bab ini berupa temuan-temuan yang penting dari variabel yang diteliti secara singkat dan bermakna. Rumusan-rumusan dan perhitungan yang digunakan untuk menghasilkan temuan-temuan tersebut diletakkan dalam lampiran.
Temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk angka-angka statistik, tabel, grafik perlu dijelaskan. Penjelasan berupa bahasa yang hanya bersifat faktual, tidak mencakup pendapat/interprestasi peneliti.

b. Pengujian Hipotesis
Pemaparan tentang hasil pengujian hipotesis pada dasarnya tidak berbeda dengan pengajian temuan penelitian untuk masing-masing varaibel. Hipotesis penelitian dikemukakan termasuk hipotesis nolnya diikuti dengan hasil pengujian serta penjelasannya. Penjelasan di sini terbatas pada interprestasi angka statistik.

c. Pembahasan
Bagian pembahasan ini dimaksudkan untuk :
(1) Menjawab masalah penelitian, atau menunjukkan bagaimana tujuan penelitian dicapai. Dalam upaya menajwab masalah penelitian atau tujuan penelitian harus disimpulkan secara eksplisit hasil-hasil yang diperoleh.
(2) Menafsirkan temuan-temuan penelitian, dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada.
(3) Mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah mapan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan temuan-temuan penelitian yang diperoleh dengan teori dan temuan empiris lain yang relevan.
(4) Memodifikasi teori yang telah ada tau menyusun teori baru. Hal ini penting dilakukan jika penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk menelaah teori baru.
(5) Menjelaskan implikasi lain dari hasil penelitian, termasuk keterbatasan temuan-temuan penelitian. Pada pembahasan ini, bila hipotesis yang diajukan ditolak harus dijelaskan kemungkinan faktor penyebabnya. Faktor tersebut bisa berkaitan dengan faktor nonmetodologi, seperti adanya intervensi varaibel lain, maupun faktor metodologis, misalnya instrumen yang dipakai tidak sahih atau kurang reliabel. Untuk itu perlu dijelaskan letak kekurangsempurnaan tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Isi kesimpulan harus terkait dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kesimpulan merangkum semua hasil penelitian dengan mengacu pada tataurutan pada bab hasil penelitian. Sedangkan saran yang diajukan harus bersumber pada temuan penelitian, pembahasan, maupun kesimpulan. Saran hendaknya dirumuskan secara rinci dan operasional.

3. ISI BAGIAN AKHIR
Hal-hal yang dikemukakan dalam bagian ini mencakup (1) Daftar Pustaka, (2) Lampiran-Lampiran, dan (3) Riwayat Hidup.

a. Daftar Pustaka
Bahan pustaka yang dimasukan dalam daftar pustaka harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya bahan pustaka yang hanya dipakai sebagai bahan bacaan tidak dimasukkan dalam daftar pustaka. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam laporan ilmiah harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Contoh penulisan daftar pustaka dapat dilihat pada lampiran 8.

b. Lampiran-lampiran
Lampiran hendaknya berisi keterangan yang dipAndang perlu, misalnya instrumen penelitian, data mentah hasil penelitian, hasil perhitungan statistik dan sebagainya. Setiap lampiran harus diberi nomor urut lampiran dengan menggunakan angka Arab.

c. Riwayat Hidup
Riwayat hidup penulis disajikan secara naratif. Hal yang perlu dimuat dalam wirayat hidup meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, pengalaman berorganisasi, dan informasi tentang prestasi selama belajar di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Riwayat hidup ditulis dengan spasi tunggal (satu spasi).

3.5 Kutipan dan Daftar Pustaka
3.5.1. Kutipan
Salah satu yang membedakan karya ilmiah dengan karya-karya lainnya adalah kutipan. Dalam karya ilmiah kutipan harus ada karena kutipan digunakan untuk mendukung pendapat penulis, ataupun untuk membuktikan apa yang diuraikan. Sebetulnya apa itu kutipan?
Menurut Keraf (1993:179) kutipan adalah kalimat atau pendapat yang dipinjam dari seorang pengarang, baik yang terdapat dalam buku maupun dalam sumber tertulis lainnya, atau ucapan seseorang yang terkenal. Untuk kepentingan penulisan ilmiah, maka sangat disarankan untuk mengambil kutipan dari sumber tertulis bukan sumber lisan yang pertanggungjawaban keilmiahannya akan sulit dilakukan.
3.5.1.1. Jenis Kutipan
Kutipan ada dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tak langsung. Kutipan langsung adalah kata-kata, kalimat-kalimat dari pendapat seseorang yang diambil secara lengkap dari teks asli tanpa ada perubahan sedikit pun walaupun di dalamnya terdapat kesalahan penulisan bahasa. Sedangkan, kutipan tak langsung adalah pendapat seseorang yang dipinjam berupa intisari atau ikhtisar dari pendapat tersebut. Dengan kata lain, dalam kutipan tak langsung pendapat pengarang diuraikan dengan menggunakan bahasa sendiri, dan kesalahan bahasa yang terdapat dalam kutipan ini menjadi tanggung jawab penulis, bukan pengarang buku yang menjadi sumber kutipan. Dalam mengambil kutipan hendaknya jangan terlalu panjang karena akan sulit membedakan mana tulisan penulis mana kutipan.

A. Kutipan Langsung
1) Prinsip-prinsip Mengutip

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam membuat kutipan:
a. Jangan mengadakan perubahan: ketika membuat kutipan langsung, penulis tidak boleh melakukan perubahan sedikit pun. Jika penulis merasa perlu ada perubahan, maka harus dinyatakan atau diberikan keterangan dengan jelas bahwa sudah dilakukan perubahan tertentu. Misalnya:
Dalam naskah asli tidak ada kata atau kalimat yang ditulis dengan huruf miring, tetapi karena pertimbangan penulis bagian tertentu ditulis dengan huruf miring. Dalam hal ini penulis harus memberi keterangan dalam tAnda kurung segi empat [huruf miring dari saya, Penulis].
b. Bila ada kesalahan: bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan dalam penulisan, penulis tidak berhak mengadakan perubahan untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Penulis mengutip sebagaimana adanya, tetapi penulis diperkenankan mengadakan perbaikan dalam catatan kaki, atau menempatkan tAnda kurung segi empat [sic!]. Kata sic! tersebut berarti bahwa penulis tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan, dia hanya sekedar mengutip. Misalnya:
“Peranan subvektor [sic!] pertambangan dalam perekonomian Bengkulu relatif sama dengan sektor industri pengolahan.”
c. Menghilangkan bagian kutipan: bagian tertentu dari kutipan dapat saja dihilangkan dengan syarat penghilangan tersebut tidak mengubah makna asli atau makna keseluruhannya. Penghilangan itu ditAndai dengan menggunakan tiga titik berspasi [... ]. Jika bagian yang dihilangkan terdapat di bagian akhir kalimat, maka titiknya empat buah karena titik yang terakhir merupakan penAnda untuk mengakhiri sebuah kalimat. Bila yang dihilangkan itu terdiri atas satu alinea atau lebih, bagian yang dihilangkan itu dinyatakan dengan titik berspasi sepanjang satu baris, tidak diperkenankan menggunakan garis penghubung [ - ].
Misalnya:
“Indeks Harga Konsumen (IHK) umum Kota Bengkulu dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.... Pada bulan Desember 2001 IHK umum Kota Bengkulu telah mencapai 248,11, sedangkan pada bulan yang sama tahun 2000 IHK umum Kota Bengkulu mencapai 224,28.”
2) Cara-cara Mengutip
Panjang pendeknya kutipan berpengaruh terhadap cara penulisan kutipan. Ada kutipan yang hanya terdiri atas dua baris, tetapi ada juga kutipan yang enam baris atau satu paragraf. Berikut ini akan dibahas beberapa cara mengutip:
a. Kutipan yang tidak lebih dari empat baris, penulisan kutipan ini dimasukkan ke dalam teks, dengan cara:
(1) Kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
(2) Jarak antara baris dengan baris dua spasi;
(3) Kutipan itu diapit dengan tAnda kutip.
Misalnya:
Dalam soal moratorium utang seharusnya pemerintah Indonesia tidak mengambil tawaran yang minimalis karena pemerintah layak dan berpeluang mendapatkan pengampunan utang. Menurut Saparini (Republika, 13 Januari 2005) “pemerintah harus menentukan strategi yang lebih spesifik menghadapi perundingan dengan negara kreditor.... Strategi itu mencakup hitungan jumlah dan jangka waktu utang yang diajukan.”

b. Kutipan yang lebih dari empat baris, cara penulisannya adalah:
(1) kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;
(2) jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
(3) kutipan itu boleh diberi tAnda kutip;
(4) seluruh kutipan dimasukkan ke dalam 5-7 ketukan, jika kutipan dimulai dengan paragraf baru maka baris pertama dari kutipan itu dimasukkan lagi 5-7 ketukan.
Misalnya:
Kinerja perdagangan Indonesia tahun 2004 meningkat cukup tajam, hal tersebut dapat dilihat dalam perbandingan kinerja berikut ini:
1. Kapitalisasi pasar mencapai Rp683 triliun, atau naik 48,3 persen dibanding 2003 yang hanya Rp460 triliun
2. Rata-rata nilai transaksi harian naik 97,9 persen dari Rp518 miliar pada2003 menjadi Rp1,03 triliun pada2004
3. Rata-rata volume dan frekuensi harian masing-masing meningkat 76,9 persen dan 26,8 persen
4. IHSG pada penutupan 2004 (pada posisi 1004,430) naik 43,9 persen dibanding penutupan 2003 (995,332). Ini merupakan kemaikan tertinggidalam sejarah pasar modal Indonesia. Persentase kenaikan indeks pada 2004 itu juga tercatat sebagai angka tertinggi di antara bursa-bursa regional lain.
5. Rasio harga saham terhadap laba (price earning ratio, PER) yang hanya sekitar 10,77 kali masih lebih rendah dibanding bursa-bursa regional lain (Republika, 12 Januari 2005, h.13).

B. Kutipan Tak Langsung
Kutipan tak langsung tidak boleh menggunakan tAnda kutip karena kutipan tersebut berupa intisari atau ikhtisar dari suatu pendapat. Adapun syarat pengutipannya adalah:
(1) Kutipan diintegrasikan dengan teks;
(2) Jarak antar baris dua spasi;
(3) Kutipan tidak diapit tAnda kutip.

3.5.1.2. Penulisan Sumber Kutipan
Sebuah kutipan harus diikuti oleh sumber kutipan. Apa saja yang harus dicantumkan dalam sumber kutipan tersebut? Bisakah Saudara menyebutkannya? Ya benar. Yang harus dicantumkan dalam sumber kutipan adalah (1) nama akhir/keluarga/marga pengarang, (2) tahun terbit, dan (3) nomor halaman.
Ada beberapa cara dan kemungkinan dalam penulisan sumber kutipan:
a. Jika sumber kutipan ditulis mendahului kutipan, maka nama akhir pengarang diletakkan di luar tAnda kurung. Sedangkan, tahun terbit dan nomor halaman diletakkan di dalam tAnda kurung setelah penulisan nama pengarang. Misalnya:
Sukirno (2000:22) mengatakan bahwa “defisit neraca pembayaran akan menyebabkan ……………………………………” atau
Menurut Sadono (2000:22) “…………………………………….”
Kesalahan penulisan kutipan yang sering ditemui adalah antara nama pengarang, tahun terbit dan nomor halaman dipisah. Misal:
Sukirno mengatakan bahwa defisit neraca pembayaran akan menyebabkan ………………………………….. (2000:22)

b. Jika sumber kutipan ditulis setelah kutipan, maka nama pengarang, tahun terbit dan nomor halaman semuanya diletakkan dalam kurung. Misal:
“Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu” Sukirno:2000:22).

c. Jika sumber kutipan merujuk sumber lain atas bagian yang dikutip, maka sumber kutipan yang ditulis tetap sumber kutipan yang digunakan oleh pengutip tetapi dengan menyebutkan siapa yang mengemukakan pendapat tersebut. Misalnya:
Menurut Johnson (Boediono, 1990:179) stAndar moneter internasional adalah “sesuatu barang atau mata uang yang diterima oleh mayoritas negara-negara di dunia sebagai mata uang dunia.”

d. Jika penulis dua orang, maka nama akhir dari kedua penulis tersebut harus disebutkan. Misalnya: Boediono dan Sukirno (2000:7). Kalau penulisnya lebh dari dua orang, maka yang disebutkan hanya nama akhir/keluarga/marga dari penulis pertama dan diikuti oleh dkk. atau et al. jika penulisnya orang asing. Misalnya, Suyatna, dkk. (1991:143) atau Johnson, et al. (1972:45).

e. Jika masalah yang dikutip dibahas oleh beberapa orang dalam sumber yang berbeda, maka cara penulisan sumber kutipannya adalah sebagai berikut:
“Penyokong sistem kurs tetap (Boediono, 1990:16; Suyitna, dkk., 1991:23; Sukirno, 2000:76) membela pendapat mereka dengan menyatakan bahwa ………….. (tulis intisari rumusan yang dipadukan dari ketiga sumber tersebut).”

f. Jika sumber kutipan itu adalah beberapa karya tulis dari penulis yang sama pada tahun yang sama, maka cara penulisannya adalah dengan menambah huruf a, b, dan seterusnya pada tahun penerbitan. Misalnya, (Sukirno, 2000a:23; Sukirno, 2000b:78).
g. Jika sumber kutipan itu tanpa nama, maka penulisannya adalah: (Tn. 1969:31).
h. Jika sumber kutipan berupa nama lembaga, maka nama lembaga tersebut yang ditulis sebagai penulis. Misalnya: (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, 2002:57).
Jika Saudara sedang menulis karya ilmiah dan akan mengutip pendapat salah seorang pakar, sebaiknya Saudara mengutip langsung dari bukunya. Tetapi, jika Saudara engalami kesulitan untuk mendapatkan sumber asli dan Saudara terpaksa mengutip dari kutipan orang lain, maka seyogyanyalah Saudara mencantumkan nama penulis yang mengutip pendapat tersebut. Ini untuk menjaga sikap kejujuran dan sikap menghargai orang lain.

3.5.2. Daftar Pustaka
Bagi seseorang yang sedang menulis karya ilmiah daftar pustaka sangatlah penting. Apa yang dimaksud dengan daftar pustaka? Menurut Keraf (1993:213) daftar pustaka adalah “ sebuah daftar yang berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau bagian karangan yang tengah digarap.” Berkaitan dengan pengertian di atas, unsur sebuah daftar pustaka adalah (1) nama pengarang, (2) data publikasi, yang berisi tahun terbit,tempat terbit; (3) judul buku; (4) untuk sebuah artikel yang juga harus dicantumkan adalah judul artikel, nama majalah/jurnal, jilid, nomor, dan tahun.
Daftar pustaka harus disusun secara alfabetis. Baris pertama diketik mulai dari pukulan pertama dan baris kedua dan seterusnya mulai pada pukulun keenam. Jarak antarbaris satu spasi. Sedangkan, jarak antara sumber satu dengan sumber berikutnya adalah dua spasi.
Cara penulisan daftar pustaka dapat dibedakan berdasarkan jenis sumber yang digunakan:
a. Kalau sumbernya jurnal
Penulisan jurnal sebagai daftar pustaka mengikuti urutan sebagai berikut: nama akhir/keluarga/marga, nama depan penulis, tahun terbit, judul artikel ditulis dengan diapit tAnda petik, judul jurnal digarisbawahi atau menggunakan huruf miring atau tebal, nomor volume ditulis dengan angka arab, nomor halaman. Contoh:
Samuelson, P.A. 1958. “What Classical and Neoclassical monetary theory really was”, Canadian Journal of Economics, 1/1, 1-9.

b. Kalau sumbernya buku
Kalau sumber tertulisnya berupa buku, maka urutan penulisannya adalah: (a) nama akhir/keluarga/marga, (b) nama depan, (c) tahun terbit, (d) judul buku (ditulis dengan huruf miring atau cetak tebal), (e) kota penerbitan, (f) nama penerbit. Daftar pustaka berupa buku ditulis dengan memperhatikan keragaman berikut:
1) Jika buku ditulis satu orang

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Grafindo Persada.

2) Jika buku ditulis oleh dua orang

Sukirno, Sadono dan Boediono. 2002. Pengantar Teori Manajemen Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

3) Jika buku ditulis oleh lebih dari dua orang

Suyitno, Thomas, dkk. 1991. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia.

4) Jika penulis sebagai penyunting

Boediono (Ed./Peny.). 1998. Ekonomi Moneter. Bandung: Angkasa.

5) Jika sumber itu merupakan karya tulis seseorang dalam suatu kumpulan tulisan banyak orang

Pujianto. 1984. “Etika Sosial dalam Sistem Nilai Bangsa Indonesia”, dalam Dialog Manusia, Falsafah, Budaya, dan Pembangunan. Malang:YP2LPM.

6) Jika buku itu edisi
Suyatno, Thomas, dkk. 1991. Dasar-dasar Perkreditan (edisi kedua). Jakarta: Gramedia.

c. Kalau sumbernya di luar jurnal dan buku
1) Berupa skripsi, tesis, atau disertasi

Novianto. 2004. Peranan Koperasi dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Pesisir. Skipsi FE Universitas Bengkulu: tidak diterbitkan.

2) Berupa publikasi lembaga dan dokumen

Badan Pusat Statistik. 2002. Bengkulu dalam Angka (Bengkulu in Figure) 2001. Bengkulu: BPS Bengkulu.

3) Berupa makalah

Iqbal, Muhammad. 2005. “Dampak Tsunami terhadap Beban Utang Luar Negeri Pemerintahan SBY”. Makalah pada Kongres ISEI, Yogyakarta.

4) Berupa surat kabar

Saparini, Hendri. 2005. “Soal Moratorium Pemerintah Dinilai Terlalu Minimalis”. Republika, 13 Januari, h. 13.

Untuk mengecek pemahaman Saudara terhadap materi ini kerjakanlah tugas-tugas berikut. Jika Saudara masih mengalami keraguan, baca kembali bagian ini dengan seksama atau diskusikan dengan teman Anda. Selamat Belajar!

Rangkuman
1. Tujuan penulisan akan mengarahkan penulis dalam menentukan bahan, organisasi, dan macam karangan.
2. Tujuan dapat dinyatakan dalam bentuk tesis atau pernyataan maksud.
3. Bentuk tesis dipergunakan jika penulis akan mengembangkan gagasan yang merupakan tema seluruh tulisan.
4. Kutipan sangat penting dalam karya ilmiah. Ada dua jenis kutipan, yaitu kutipan langsung dan taklangsung. Kedua jenis kutipan tersebut cara penulisannya berbeda.
5. Daftar pustaka wajib dicantumkan dalam sebuah karya ilmiah. Daftar pustaka ini penulisannya berbeda berdasarkan jenis terbitannya (buku, jurnal, atau di luar keduanya). Daftar pustaka disusun secara alfabetis.



7.1. Latihan

A. Pilihlah A jika topik/judul berikut memenuhi persyaratan untuk karangan ilmiah, atau B jika tidak memenuhi persyaratan.
1. Kegiatan Mahasiswa Indonesia
2. Kadar Alkohol dalam Minuman Botol yang Diproduksi di DKI Jakarta
3. Anak-Anak Terlantar di Dunia Ketiga
4. Terminal Bus
5. Pengembangan Rasa Tanggung Jawab melalui Pendidikan Kepramukaan
6. Kapal-Kapal yang Tenggelam pada Perang Dunia II
7. Lari Pagi: Cara yang murah untuk Menjaga Kesehatan
8. Kapal-kapal yang Tenggelam pada Perang Dunia II

B. Pilihlah dua di antara judul-judul modul di bawah ini! Kemudian rumuskan tujuannya dalam bentuk tesis dan pernyataan maksud!
1. Ejaan dan TAnda Baca
2. Penalaran dalam Karangan
3. Diksi dan Definisi
4. Kalimat Efektif
5. Pengembangan Paragraf
6. Perencanaan Karangan
Untuk itu pelajari rumusan tujuan pada butir 2 dan 3, dan gagasan yang dikembangkan dalam modul-modul yang Anda pilih. Diskusikanlah dengan teman-teman kelompok.

C. Buatlah sebuah paragraf yang di dalamnya terdapat kutipan dengan sumber kutipan ditulis mendahului kutipan. Panjang kutipan kurang dari empat baris, dan ada beberapa kata atau kalimat dari kutipan tersebut yang dihilangkan! (Untuk mengecek kebenarannya coba Saudara baca kembali bagian 1.1.1 dan 1.2)
D. Baca beberapa buah sumber dengan topik yang sama, kemudian buatlah sebuah paragraf yang di dalamnya terdapat kutipan dari beberapa sumber tersebut! (Untuk mengecek apakah yang Saudara lakukan sudah benar, silahkan Saudara baca kembali bagian 1.2 e)
E. Dari beberapa sumber yang sudah Saudara baca, susunlah sebuah daftar pustaka secara alfabetis! (Untuk mengetahui kebenaran jawaban Saudara, periksa kembali bagian II)

---oOo---
Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 1991. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores : Nusa Indah.

Sabarti, Akhadiah M.K. dkk. 1994. Bahasa Indonesia, Jakarta : Universitas Terbuka.

Program Pascasarjana IKIP Bandung. 1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Program Pascasarjana IKIP Bandung.